Pada puncak perang Kosovo, wilayah berpenduduk 16.000 jiwa ini menampung lebih dari 400.000 pengungsi. Kini, Kukës memanfaatkan sejarah konflik yang unik dan belas kasihan untuk memikat pengunjung.
Alida Ismailaj sedang membantu seorang reporter Perancis melintasi perbatasan dari Albania ke Kosovo ketika sebuah bom meledak di dekatnya, melontarkan sisa-sisa materialnya dan puing-puing ke seberang jalan yang dipenuhi pengungsi.
“Perbatasan itu berbahaya,” kata Ismailaj. Kala itu, dia membantu jurnalis internasional mendokumentasikan pelarian lebih dari 400.000 pengungsi melalui kampung halamannya di Kukës, Albania, pada puncak perang Kosovo antara bulan Maret dan Juni 1999.
“Perbatasan itu dipenuhi ranjau dan dibom. Kukës adalah tempat aman pertama untuk perhentian.\”
Meski berpenduduk hanya 16.000 jiwa, kota kecil yang berjarak 20 kilometer dari perbatasan ini menerima sejumlah besar pengungsi yang tinggal di rumah-rumah dan kamp-kamp darurat.
Kukës menjadi berita utama di seluruh dunia. Pada tahun 2000, kota ini menjadi kota pertama yang dinominasikan untuk Nobel Perdamaian. Namun, ketenaran itu hanya berumur pendek.
Kukës menghadapi berbagai krisis setelah jatuhnya komunisme Albania pada 1992, setelah perang Kosovo berakhir dan para pengungsi kembali ke negaranya.
Pada masa itu, Kukës mengalami eksodus karena 53% penduduknya meninggalkan kota termiskin di Albania untuk mencari peluang ekonomi di luar negeri.
Kini, seiring meningkatnya jumlah pengunjung ke Albania, penduduk setempat seperti Ismailaj berharap pariwisata dapat memberikan insentif bagi generasi berikutnya agar mereka tetap menetap.
Dengan bandara internasional baru di Kukës, jalur pendakian pegunungan, peninggalan komunis, dan kisah heroik untuk diceritakan, para penduduk beralih ke sejarah konflik, ketahanan, dan kemurahan hati mereka yang unik untuk memikat wisatawan ke salah satu negara yang paling jarang dikunjungi di Eropa itu.
Terletak di pertemuan sungai White Drin dan Black Drin di timur laut Albania, blok apartemen-apartemen di Kukës dibayangi oleh puncak gunung Gjallica yang tertutup salju.
Perjalanan 20 menit ke timur melalui jalur pegunungan akan membawa Anda ke Kosovo, tempat warga Albania-Kosovar berjuang untuk kemerdekaan selama tahap terakhir keruntuhan Yugoslavia pada 1999.
Bujar Kovaci, seorang pemandu wisata paruh waktu, mengetahui betul kesulitan yang dialami di perbatasan yang penuh dengan bahaya.