Kelompok militan, Hamas menyetujui proposal gencatan senjata dan telah menyampaikan hal tersebut kepada mediator Mesir dan Qatar pada Selasa (7/5/2024).
Pimpinan Hamas, Ismail Haniyeh telah menghubungi Perdana Menteri Qatar, Sheikh Mohammed bin Abdul Rahman Al Thani, dan Menteri Intelijen Mesir, Abbas Kamel terkait persetujuan gencatan senjata tersebut.
\”Saudara Mujahid Ismail Haniyeh, Kepala Biro Politik Hamas, melakukan panggilan telepon dengan Perdana Menteri Qatar, Syekh Mohammed bin Abdul Rahman Al Thani, dan Menteri Intelijen Mesir, Abbas Kamel, dan memberitahukan kepada mereka bahwa gerakan Hamas telah menyetujui proposal mereka terkait perjanjian gencatan senjata,\” demikian laporan dari Aljazeera.
Ada tiga fase yang tertuang dalam proposal gencatan tersebut yang masing-masing akan dilakukan selama enam minggu.
Pada fase pertama, akan ada gencatan senjata antara Hamas dan Israel serta penarikan pasukan Israel ke arah timur, menjauh dari wilayah Gaza yang lebih padat penduduknya, dan menuju perbatasan antara Israel dan daerah kantung Palestina.
\”Pesawat-pesawat dan pesawat tanpa awak Israel juga akan berhenti terbang di Gaza selama 10 jam setiap hari, dan selama 12 jam pada hari-hari ketika para tawanan dibebaskan,\” demikian tertulis dalam proposal tersebut.
Kemudian, Hamas bakal membebaskan 33 tawanan secara bertahap (baik tawanan yagn masih hidup maupun meninggal pada tahap ini.
Adapun tawanan yang dibebaskan adalah perempuan yang berusia di atas 50 tahun, tawanan yang sakit, dan tawanan yang berusia di bawah 19 tahun.
Pada proposal tersebut, setiap tawanan sipil Israel yang dibebaskan hidup-hidup harus ditukar 30 orang tawanan Palestina.
\”Untuk setiap tentara perempuan yang dibebaskan oleh Hamas, Israel akan membebaskan 50 orang Palestina,\” demikian tertulis dalam perjanjian tersebut.
Selanjutnya, adanya penarikan tentara Israel di Gaza agar memungkinkan warga sipil Palestina kembali dan bakal terjadi secara bertahap seiring dengan pembebasan tawanan oleh Hamas.
Secara terpisah, kesepakatan tersebut menetapkan bahwa pekerjaan rekonstruksi di Gaza harus dimulai pada fase ini, begitu juga dengan aliran bantuan, dan bahwa UNRWA serta organisasi bantuan lainnya diizinkan untuk bekerja membantu warga sipil.
Lantas pada tahap kedua berisi tentang penghentian operasi militer secara permanen dan penarikan mundur Israel secara penuh dari Gaza serta adanya pertukaran tawanan lagi.
Namun, kali ini melibatkan semua orang Israel yang tersisa termasuk tentara Israel yang ditawan di Gaza.