Keanekaragaman hayati mengacu pada keragaman spesies dan organisme, serta pola genetika, yang menghuni suatu wilayah tertentu, mulai dari bakteri mikroskopis hingga hewan bertubuh besar, dari lumut hingga pepohonan yang menjulang tinggi.
Kaleidoskop kehidupan ini membentuk tulang punggung ekosistem di darat, air dan udara, yang membantu menyediakan makanan, obat-obatan dan sumber daya, serta mengelola udara dan air bersih, bahkan keseimbangan iklim.
Keanekaragaman hayati bisa berubah, berkembang dan beradaptasi seiring berjalannya waktu. Namun peradaban modern justru menghancurkan dan mengancam habitat yang selama ini telah menopang beragam bentuk kehidupan di Bumi.
Hilangnya keanekaragaman hayati menyebabkan penurunan populasi spesies dan memicu kepunahan. Pada akhirnya, manusia pula yang akan merasakan dampak dari kemerosotan ekologi.
Kenapa keragaman hayati penting bagi Bumi?
Keanekaragaman hayati berperan bersar menopang kelangsungan ekosistem, terutama untuk bertahan dan pulih dari dampak cuaca ekstrem yang semakin marak akibat perubahan iklim.
Ekosistem yang kaya akan keanekaragaman hayati juga menyediakan \”jasa ekologis,” seperti penyerbukan tanaman pangan, menjamin siklus nutrisi dan stabilitas iklim yang penting bagi kelangsungan hidup.
Keragaman spesies tanaman meningkatkan kesuburan tanah, melalui siklus karbon dan nitrogen yang lebih baik, yang pada gilirannya akan menjamin ketahanan pangan bagi manusia dan hewan.
Keanekaragaman hayati juga mencakup keragaman genetika, yang meningkatkan kemampuan setiap spesies untuk beradaptasi terhadap perubahan kondisi lingkungan, termasuk penyakit baru atau iklim yang lebih ekstrem.
Keanekaragaman genetik pada tanaman dan ternak juga meningkatkan kekebalan terhadap hama, toleransi terhadap kekeringan dan memungkinkan hasil panen yang lebih tinggi. Tidak sedikit pula jenis obat-obatan di dunia medis modern yang mengandalkan saripati tanaman.
Dampak punahnya keragaman
Tingkat kepunahan di Bumi secara alamiah hanya berkisar pada satu spesies banding 1 juta per tahun. Namun begitu, aktivitas manusia mempercepat kepunahan menjadi puluhan ribu spesies per tahun.
\”Kita tidak hidup selaras dengan alam,” kata Sekretaris Jenderal PBB António Guterres kepada para pemimpin dunia pada tahun 2022. \”Umat manusia telah menjadi senjata pemusnah massal.”
Sekitar 30 persen dari 150.000 spesies tumbuhan dan hewan berisiko punah akibat pengrusakan habitat, keracunan pestisida, perburuan komersil atau olah raga.
Peristwa kepunahan massal terakhir di Bumi disebabkan oleh hantaman asteroid sekitar 66 juta tahun lalu di zaman Kapur yang menandai berakhirnya periode Mesozoikum, yang memusnahkan 75 persen spesies di Bumi.
Menurut laporan Living Planet dan World Wildlife Fund tahun 2022, populasi global mamalia, ikan, burung, reptil, dan amfibi telah menurun sekitar 70 persen sejak tahun 1970.

By admin