Latihan militer skala besar Cina di dekat Taiwan berlangsung hanya beberapa hari setelah William Lai Ching-te, dilantik sebagai presiden Taiwan, pada Senin (20/05).
Dalam pidato pelantikannya, Lai bersumpah untuk membela demokrasi di pulau itu, dan meminta Cina untuk mengakhiri intimidasi militernya.
Kepemimpinan Republik Rakyat Cina (RRC) di bawah Presiden Xi Jinping menganggap Taiwan yang memiliki pemerintahannya sendiri sebagai wilayah Cina yang harus \”dipersatukan kembali” dengan Cina daratan, jika perlu dengan kekerasan.
Pada Kamis (23/05), Kolonel Angkatan Laut Cina Li Xi mengatakan kepada media pemerintah bahwa latihan militer Cina yang dilakukan tiga hari setelah Lai dilantik adalah \”hukuman berat” atas \”tindakan separatis”.
Su Tzu-yun, peneliti di Institut Penelitian Pertahanan dan Keamanan Nasional (INDSR) Taiwan, mengatakan kepada DW bahwa latihan tersebut adalah bagian dari pola jangka panjang \”menggunakan cara militer untuk mengirimkan sinyal politik.”
Pendekatan \’asimetris\’ Taiwan untuk melawan Cina
Kementerian Pertahanan Taiwan mengecam latihan tersebut sebagai \”provokasi yang tidak masuk akal” dan mengerahkan pasukan laut, udara serta darat sebagai tanggapannya, seraya menambahkan bahwa \”semua perwira dan prajurit angkatan bersenjata telah siap.”
Kemampuan Taiwan untuk mempertahankan diri melawan Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) Cina yang jauh lebih besar dalam beberapa tahun terakhir telah menunjukkan peningkatan belanja pertahanan seiring dengan perluasan kapasitas perang asimetris, yang juga dikenal sebagai strategi \”landak”.
Hal ini melibatkan penggunaan senjata yang lebih kecil, tetapi sangat efektif untuk membuat invasi oleh kekuatan yang lebih besar menjadi sangat mahal.
Menurut laporan Kongres AS baru-baru ini mengenai pertahanan Taiwan, Washington mendorong pendekatan asimetris yang \”membayangkan Taiwan berinvestasi dalam kemampuan yang dimaksudkan, untuk melumpuhkan invasi amfibi melalui kombinasi rudal anti-kapal, ranjau laut, dan senjata kecil serupa lainnya yang dapat didistribusikan dan sistem persenjataan yang relatif murah.”
Hal ini termasuk penggunaan kendaraan udara tak berawak (UAV), seperti drone \”Albatross II” yang dikembangkan di dalam negeri, dan diluncurkan tahun lalu.
Amunisi berbiaya rendah seperti rudal jelajah pertahanan pantai bergerak (CDCM) dapat menghancurkan kapal dan peralatan angkatan laut Cina yang mahal
Kapal serang cepat siluman dan kapal serbu rudal mini adalah peralatan lain yang relatif murah, tetapi sangat efektif. Mereka dapat disebar ke kapal-kapal penangkap ikan di seluruh pelabuhan Taiwan.
Ranjau laut dan kapal-kapal yang memasang ranjau dengan cepat juga dapat mempersulit operasi pendaratan angkatan laut yang menyerang.
Pertahanan alami Taiwan
Geografi adalah aset lain dalam pertahanan Taiwan. Invasi besar-besaran terhadap pulau tersebut memerlukan pengiriman ratusan ribu tentara melintasi Selat Taiwan, yang merupakan operasi panjang dan melelahkan, serta melibatkan ribuan kapal yang rentan terhadap serangan.