Suzuka dan Nipa hampir selalu berpakaian serba hitam yang menjadi ‘seragam\’ tidak resmi Toyoko Kids, kelompok yang menjadi pelarian kaum muda di ibu kota Jepang, Tokyo.
Nipa tiba di distrik lampu merah Kabukicho di Tokyo pada Januari 2024 dan dengan cepat diterima oleh kelompok Toyoko Kids. Sedangkan Suzuki baru tiba pada bulan April.
Seperti kebanyakan gadis di kelompok yang terdiri dari beberapa ratus remaja berusia 20-an ini, mereka terpaksa menjadi pekerja seks untuk bertahan hidup.
Saat tidak bekerja, mereka tidur di jalanan atau di apartemen teman. Ketika cuaca terlalu buruk, mereka berkumpul dan berbagi hotel murah untuk bermalam.
Remaja Kabukicho terjerumus narkoba
Apabila masih ada uang tersisa, mereka akan memakainya untuk membeli rokok, alkohol, dan obat-obatan bebas yang mereka konsumsi dalam jumlah besar agar bisa overdosis.
Tren overdosis yang disengaja pertama kali muncul pada tahun 2022. Dalam penggerebekan di tempat nongkrong Toyoko Kids pada bulan Desember tahun lalu, polisi menangkap 29 remaja di bawah umur. Beberapa di antaranya ditemukan memiliki berbagai jenis obat-obatan yang dijual bebas, kata pihak berwenang kepada media lokal.
Sejumlah anak muda di seluruh Jepang yang mengikuti gaya hidup Toyoko Kids, yang sering dibagikan di media sosial, ditemukan meninggal dunia. Di Kabukicho, kasus kematian para remaja juga ditemukan.
Hukum rimba di jalanan Tokyo
Sekitar lima tahun lalu, kelompok remaja tunawisma ini pada awalnya berkumpul di lapangan bebas kendaraan yang dikelilingi toko 24 jam, bar karaoke, restoran, hotel murah, dan kompleks bioskop., kata Hidemori Gen. Ia adalah salah satu anggota pendiri Seiboren, atau Dewan Ayah dan Ibu untuk Melindungi Pemuda.
\”Peraturan Jepang tidak lagi berlaku di lapangan tempat mereka berkumpul dan di jalan-jalan terdekat,\” kata Hidemori Gen.
\”Mereka minum dan merokok meski di bawah batas usia legal,\” tambahnya. \”Mereka membeli obat-obatan supaya mengalami overdosis.\”
Distrik ini menjadi terkenal karena semakin banyak pemuda yang mulai berkumpul dan menarik perhatian media, kata Gen. Hal ini, pada akhirnya, \”menjadikan tempat itu seperti kiblat bagi anak-anak dari seluruh negeri.\”
Polisi melakukan beberapa intervensi setengah hati, katanya. Pada tahun 2021, polisi menangkap Haoru, pemimpin tidak resmi kelompok tersebut, setelah enam orang menyiksa dan membunuh seorang tunawisma.
Haoru kemudian bunuh diri sebelum sempat diadili.
\”Anak-anak ini melarikan diri dari orang tua yang menganiaya mereka atau tidak memedulikan mereka,” kata Gen. \”Beberapa di antara mereka adalah anak yatim piatu yang melarikan diri dari rumah. Dan sekarang ini adalah rumah mereka, tempat tanpa aturan dan buka 24 jam sehari.\”