Bencana tanah longsor di area pertambangan emas ilegal di Kecamatan Suwawa Timur, Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo, disebut sebagai konsekuensi pembiaran aktivitas tambang ilegal oleh aparat penegak hukum hingga elite politik.
Hingga Senin (08/07) malam, bencana tersebut menyebabkan setidaknya 12 orang meninggal dunia dan 48 orang masih dalam pencarian, menurut data Kantor Pencarian dan Pertolongan (KPP) Provinsi Gorontalo.
“Jadi tambang ilegal di Gorontalo maupun banyak wilayah di Indonesia itu menjadi ATM oleh aparat keamanan dan juga elite politik lokal hingga nasional. Padahal mereka memiliki kekuatan untuk melakukan penindakan hingga membereskan sengkarut tambang ilegal. Operasionalnya terbuka kok, tapi kan semua dibiarkan begitu saja,” kata Koordinator Nasional Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), Melky Nahar, kepada wartawan BBC News Indonesia, Senin (08/07).
Merespons tudingan pembiaran, Penjabat Sekda Bone Bolango, Aznan Nadjamudin, menjelaskan bahwa pihaknya tidak bisa melarang atau menutup aktivitas ilegal itu.
“Karena tambang di Suwawa yang dikelola oleh masyarakat adalah masuk di wilayah kontrak GM [Gorontalo Mineral]. Kami pemda tidak bisa melarang aktivitas penambang. Yang bisa melarang dan menutup aktivitas penambang di lokasi adalah Gorontalo Mineral,” kata Aznan.
Selain itu, menurut Penjabat Gubernur Gorontalo, Rudy Salahuddin, upaya penertiban oleh aparat telah dilaksanakan berulang. “Namun masyarakat tetap bersikeras dan tetap melaksanakan kegiatan pertambangan tradisional tersebut,” katanya.
BBC News Indonesia telah menghubungi Kabid Humas Polda Gorontalo, Kombes Pol. Desmont Harjendro, namun hingga berita ini diturunkan belum ada tanggapan.
‘Saya pasrah, saya serahkan pada hasil tim SAR’
Renaldi Kadili, 23 tahun, terlihat murung. Dia bersama kerabatnya tengah menanti kabar sang ayah, Saiful Kadoli, yang belum ditemukan di lokasi bencana longsor, hingga Senin sore (08/07).
Dari tempat kerjanya di sebuah koperasi di Kecamatan Tomini, Sulawesi Tengah, Renaldi menuju Desa Poduwoma, Kecamatan Suwawa Timur, Kabupaten Bone Bolango, untuk menjemput ayahnya.
Saiful Kadoli adalah penambang emas tradisional yang telah lama mengais rezeki di Suwawa Timur – sebuah kawasan hutan yang dikenal sejak dulu sebagai daerah penghasil emas.
\”Ayah berangkat ke lokasi tambang tiga hari yang lalu. Katanya mencari emas untuk membeli susu adik bungsu kami,\” kata Renaldi kepada wartawan Rosyid Azhar yang melaporkan dari Suwawa Timur untuk BBC News Indonesia, Senin (08/07).
Adik bungsu Rinaldi masih berumur tujuh bulan. Saat ini dia diasuh oleh ibunya di rumah mereka di Desa Dulohupa, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Boalemo.
Saiful berangkat dengan dua kerabatnya, Hendra Pakay dan Upu Kadoli.