Kementerian Kesehatan mencatat kasus Tuberkulosis (TBC) di Indonesia mencapai 1.060.000 kasus. Jumlah ini disebut tertinggi yang pernah ada.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular di Kementerian Kesehatan, dr. Imran Pambudi mengatakan peningkatan tersebut dilatari oleh gencarnya sistem deteksi dan pelaporan dari fasilitas layanan kesehatan.
Akan tetapi yang kini menjadi sorotan Kemenkes, kasus TBC pada anak meningkat drastis atau melonjak tiga kali lipat.
Kata dia, hal ini merupakan imbas dari pandemi Covid-19 yang kala itu penderita TBC dewasa yang belum tertangani kemungkinan menularkan ke anak-anaknya.
Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, Prof. Agus Dwi Susanto, mewanti-wanti pemerintah agar meningkatkan deteksi dan yang utama memastikan para penderita TBC diobati sampai tuntas dan sembuh sehingga kasusnya tak semakin besar.
Apa itu Tuberkulosis alias TBC?
Tuberkulosis atau disebut TB atau TBC adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis.
Penyakit ini bisa menyerang siapa saja dan semua bagian tubuh, bukan hanya paru-paru.
Bagaimana penularan TBC?
Penularan atau infeksi terjadi saat kuman Tuberkulosis yang berada dan bertebaran di udara terhirup oleh orang lain.
Saat penderita TB batuk atau bersin tanpa menutup mulut, bakteri akan tersebar ke udara dalam bentuk percikan dahak atau droplet.
Sekali batuk bisa mengeluarkan 3000 percikan dahak yang mengandung sampai 3.500 kuman Mycobacterium tuberculosis.
Sedangkan sekali bersin mengeluarkan 4.500 – 1 juta kuman.
Bakteri itu lalu masuk ke saluran pernapasan menuju paru-paru dan dapat menyebar ke bagian tubuh lainnya. Reaksi daya tahan tubuh akan terjadi dalam 6-14 minggu sekali infeksi.
Apa gejala TBC?
Gejala umumnya adalah batuk terus menerus. Dokter spesialis paru di RSUP Persahabatan, Agus Dwi Susanto, menjelaskan batuk kronik tersebut berlangsung lebih dari satu bulan dengan disertai dahak ataupun tidak.