Pemerintah Jerman tampaknya tidak kenal lelah dalam urusan migrasi.
Menteri Pembangunan Jerman Svenja Schulze baru-baru ini mengumumkan apa yang disebut kemitraan migrasi dengan Maroko selama kunjungannya ke Rabat pada akhir Januari.
Hanya dalam beberapa hari kemudian, pada tanggal 6 Februari, dia sudah membuka pusat saran migrasi di Kota Nyanya bersama dengan Menteri Negara Nigeria Nkeiruka Onyejeocha.
Sementara itu Kanselir Olaf Scholz telah merekrut pekerja terampil di Kenya pada Mei tahun lalu dan mengumumkan kemitraan migrasi dengan negara di timur Afrika tersebut.
Nigeria, Maroko, Kenya, Kolombia, India, Kyrgyzstan, Uzbekistan, Georgia dan Moldova — pemerintah Jerman sedang mengupayakan kemitraan migrasi dengan semua negara ini atau telah menandatangani perjanjian terkait.
Perjanjian semacam ini telah berlaku di tingkat Uni Eropa selama lebih dari 15 tahun. Menurut Fasilitas Kemitraan Migrasi (MPF), ada sekitar 50 kemitraan di sana.
Namun apa yang membuat kemitraan ini berbeda dari kerja sama migrasi lainnya?
Bagi Perwakilan Khusus Pemerintah untuk Perjanjian Migrasi Jerman Joachim Stamp, \”kemitraan migrasi adalah landasan dari konsep keseluruhan\”.
Menurut Kementerian Dalam Negeri Jerman di mana Stamp berdinas, hal ini mencakup \”perubahan paradigma untuk mengurangi migrasi ilegal dan memperkuat migrasi legal.\”
Berbeda dengan perjanjian migrasi pada umumnya, kemitraan ini lebih bersifat saling percaya dan lebih banyak kerja sama dibangun di bidang pasar tenaga kerja, pelatihan dan migrasi pekerja terampil.
Migrasi ilegal menurut mereka seharusnya tidak hanya diberantas, namun juga digantikan dengan imigrasi legal.
Pakar migrasi dari Berlin Science and Politics Foundation (SWP) Steffen Angenendt juga menganggap kemitraan migrasi sebagai hal yang “sangat penting” dan “sangat diperlukan”. Namun: “Hal ini bukanlah obat mujarab bagi pergerakan pengungsi skala besar,” paparnya dalam wawancara dengan DW.
Dia menambahkan: \”Perjanjian sebelumnya pada umumnya tidak efektif atau tidak mencapai dampak yang sebenarnya ingin dicapai. Karena semua kemitraan migrasi dan mobilitas UE yang telah disepakati sejak tahun 2007, ditujukan untuk hal ini, terutama untuk menangani imigrasi ilegal.
Persoalannya, kepentingan negara mitra kerap terabaikan. Hal ini termasuk, antara lain, perluasan kesempatan bagi para migran legal untuk bekerja, belajar atau menyelesaikan pelatihan di negara-negara UE.
Selama kepentingan-kepentingan ini tidak diperhitungkan, kata Angenendt, kemauan politik negara-negara tersebut untuk memenuhi kewajiban perjanjian akan tetap rendah.