Hari-hari ini, Eropa sibuk bergeliat melindungi demokrasi, ketika tekanan kelompok ekstrem kanan semakin menyudutkan suara-suara moderat.
Di Jerman, salah satu tolak ukurnya adalah banyaknya jumpa pers bersama Thomas Haldenwang, presiden Badan Perlindungan Konstitusi, BfV, lembaga intelijen negara yang mengawasi ideologi ekstremis di Jerman.
Dua tahun setelah dimulainya invasi Rusia di Ukraina, penampilan publik Haldenwang adalah salah satu peringatan paling mendesak tentang maraknya disinformasi, berita palsu dan spionase.
Dalam sebuah acara yang digelar Partai Liberal Demokrat, FDP, di parlemen belum lama ini, dia kembali menegaskan betapa ancaman disinformasi pada tahun 2024 akan sangat besar.
Disinformasi di tahun pemilu
Haldenwang mewanti-wanti terhadap banjir disinformasi selama pemilihan legislatif di Parlemen Eropa, pemilu kepresidenan AS dan juga pemilu di tiga negara bagian di Jerman. Tahun 2024 diakui sebagai \”tahun pemilu,\” sebabnya menuntut kewaspadaan tinggi.
\”Disinformasi sengaja disebar untuk mendiskreditkan musuh politik dan membibit perpecahan, dengan tujuan melemahkan demokrasi dan semua institusinya,\” kata dia.
Jerman termasuk sasaran spionase dan propaganda Rusia. Hal ini terbukti ketika dinas intelijen Rusia menyebar rekaman digital percakapan perwira tinggi militer Jerman terkait pengiriman rudal Taurus ke Ukraina yang disebut TaurusLeak belum lama ini.
Insiden tersebut sempat memunculkan gejolak politik di Berlin seputar keamanan rahasia negara.
Juga investigasi dinas rahasia terhadap organisasi berideologi ekstrem di Jerman memicu perdebatan tentang batas kebebasan berekspresi.
Pakar keamanan FDP, Konstantin Kuhle, menilai masyarakat harus mempercayai Badan Perlindungan Konstitusi.
\”Perbedaan tipis antara melindungi kebebasan berekspresi di satu sisi dan melawan disinformasi di sisi lain adalah sesuatu yang dihadapi pemerintah kita setiap hari,\” kata dia.
Aliansi pro-demokrasi mencontoh Estonia
Dalam acara FDP di Bundestag, Direktur Jendral Deutsche Welle, Peter Limbourg, mengabarkan peran media membatasi disinformasi, antara lain dengan memberdayakan audiens pro-demokrasi, \”entah itu di Rusia, Cina, Belarus, di Venezuela, atau di manapun,\” kata dia.
Namun begitu, dia juga mengakui ketatnya rejim sensor di negara-negara autokrasi yang membatasi atau bahkan melarang konten DW.
Saat ini, program DW dalam 32 bahasa disimak 320 juta audiens di seluruh dunia setiap pekannya. Limbourg mengkhawatirkan akses media yang kian terbatas di negara-negara autokrasi.

By admin