Hasil dari misi pencari fakta independen dan internasional Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) mengenai tindakan keras Iran terhadap aksi protes nasional, dipublikasikan di depan Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) PBB dalam sesi pertemuan rutinnya di Jenewa tanggal 18 Maret.
Dalam laporan setebal lebih dari 300 halaman itu, para penyelidik PBB menjabarkan bagaimana pemerintah Iran melakukan kampanye penindasan yang brutal terhadap para demonstran, yang menurut ketua tim penyelidik Sara Hossain, dalam beberapa kasus merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Dua bulan setelah kematian Jina Mahsa Amini yang berusia 22 tahun, yang memicu aksi protes luas di seluruh wilayah Iran, pada November 2022 lalu Dewan HAM PBB membentuk misi pencari fakta mengenai \”situasi HAM yang memburuk\” di Iran, untuk mendokumentasikan potensi kejahatan brutal terhadap rakyat Iran.
Pada saat itu, sudah ada kecurigaan bahwa pihak berwenang Iran diduga menggunakan kekuatan yang tidak proporsional, demi menindak aksi protes \”Perempuan, Kehidupan, Kebebasan\”.
\”Kejahatan telah dilakukan,\” kata Hossain kepada Dewan Hak Aasai Manusia PBB di Jenewa pada hari Senin (18/02). Dia menyebut sejumlah pembunuhan \”ekstrajudisial\”, penyiksaan, pemerkosaan, penghilangan paksa, hingga penganiayaan berbasis gender, sebagai contoh tindakan kejahatan yang dilakukan pemerintah Iran.
Therean terus membantah bertanggung jawab atas kematian Amini, dan mengatakan bahwa Amini tidak pernah dipukuli dalam tahanan. Misi pencari fakta PBB justru menilai bahwa Amini dipukuli hingga tewas \”saat berada dalam tahanan polisi moral Iran.\”
Ada lebih dari 100 pernyataan saksi
Hossain mengatakan kepada DW, Komisi PBB telah memeriksa dan mengevaluasi beragami sumber untuk menyusun laporan ratusan halaman tersebut.
\”Kami menganalisis dokumen-dokumen pemerintah dan pernyataan-pernyataan publik dari para pejabat pemerintah. Kami juga meninjau sejumlah laporan yang disiapkan oleh Dewan Tinggi Hak Asasi Manusia Iran,\” jelas Hossain, yang merupakan seorang pengacara di Mahkamah Agung Bangladesh.
Hossain menambahkan bahwa misi pencari fakta PBB telah mengevaluasi 134 pernyataan saksi secara langsung untuk laporan akhir. Para penyelidik juga menganalisis sejumlah informasi dengan sumber terbuka, seperti rekam medis digital dan dokumen-dokumen hukum lainnya.
\”Semua ini menjadi dasar dari materi kami. Hal ini memungkinkan kami untuk menggunakan bukti langsung dan bukti yang menguatkan dari sumber-sumber primer dan sekunder, dan memberikan kami dasar yang kuat bagi investigasi dan temuan kami,\” kata Hossain.
Beberapa saksi mata yang bersaksi di hadapan komisi, sebelumnya juga menunjukkan adanya bekas luka tembakan yang sengaja diarahkan kepada mereka oleh pasukan pengamanan Iran.
Kosar Eftekhari, salah satu korbannya. Perempuan berusia 24 tahun dari Teheran itu, terkena tembakan peluru karet di matanya saat melakukan aksi protes tahun 2022 silam. Akibat kejadian itu, matanya kini menjadi buta. Seolah-olah trauma itu belum cukup, Eftekhari dibawa ke Pengadilan Revolusioner di Teheran dengan tuduhan \”berkumpul dan berkonspirasi melawan keamanan negara\” dan \”menggelar propaganda melawan rezim pemerintah.\”
Eftekhari mengatakan kepada DW, \”karena penindasan yang luar biasa itu, saya akhirnya melarikan diri dari negara (Iran) dua bulan lalu. Eftekhari kini tinggal di Jerman dan memberikan kesaksiannya di hadapan para komisi di Jenewa.
\”Saya ikut serta dalam aksi protes damai yang ditumpas secara brutal oleh pasukan keamanan (Iran). Mereka dengan sengaja menembak mata saya dari jarak dekat. Sangat penting bagi saya, sebagai saksi mata, untuk menceritakan kepada dunia apa yang kami alami dan bagaimana para pengunjuk rasa ini justru ditindas,\” tegasnya.
\’Serangan sistematis terhadap penduduk sipil\’