Kedutaan Besar Amerika Serikat di Moskow pada tanggal tujuh Maret lalu melayangkan pesan singkat berisi peringatan bahaya teror kepada warga negaranya di Rusia.
Disebutkan, \”kaum ekstremis sedang menjalankan rencana menargetkan pertemuan besar di Moskow, termasuk konser musik.\”
Warga AS sebabnya diminta untuk menghindari acara publik dan kerumunan manusia \”selama 48 jam ke depan.\”
Aksi teror yang disinggung dalam peringatan bahaya itu terjadi 15 hari kemudian. Sebanyak 130 orang tewas dalam serangan di Crocus City Hall, Moskow, Jumat (22/3) lalu.
Dua hari kemudian, pada Minggu (24/2), kelompok teror Islamic State Provinsi Khorasan, ISIS-K, merilis pernyataan di Telegram dan mengklaim bertanggung jawab.
Reaksi pemerintah AS beberapa jam setelah insiden maut di Moskow merujuk pada peringatan bahaya teror pada tanggal 7 Maret itu.
\”Kami sudah mengirimkan informasi ini kepada pihak Rusia, sebagaimana tradisi lama dalam politik untuk saling memperingatkan,\” tulis juru bicarta Dewan Keamanan Nasional di Gedung Putih, Adrienne Watson.
Tentu saja tidak ada rincian atau sumber dari dinas rahasia yang dibuka ke publik. Tapi apakah itu berarti pemerintah Rusia mengabaikan peringatan bahaya serangan teror dari Amerika?
Keteledoran Rusia
Menurut peneliti terorisme di King\’s Collegge, London, Inggris, Peter Neumann, pemerintah Rusia memang terkesan tidak menganggap serius peringatan intelijen AS.
\”Buktinya, Vladimir Putin baru tampil ke publik lima hari kemudian dan menyebut peringatan AS sebagai propaganda,\” kata dia kepada stasiun radio Deutschlandradio, Jerman.
\”Pada prinsipnya, dia mengatakan bahwa peringatan tersebut sebagai bagian dari strategi perang psikologi Amerika Serikat, yang ingin menggoyahkan Rusia,\” imbuh Neumann.
Bagi Michael Götschenberg, pakar keamanan perhimpunan stasiun penyiaran publik Jerman, ARD, bukan tak beralasan peringatan AS kepada Rusia dipublikasikan secara umum.
\”Saya beranggapan, bahwa Amerika justru memublikasikan peringatan karena saat ini mungkin sudah tidak ada lagi kerja sama dengan dinas intelijen Rusia,\” kata dia.
\”Biasanya, semua negara melalui dinas rahasianya akan saling memperingatkan jika ada ancaman serangan teror, jika mereka mendapat informasinya secara dini. Menurut saya, kerja sama intelijen berakhir ketika Rusia menyerang Ukraina,\” ujar Götschenberg dalam wawancara DW.
Perang melawan teror

By admin