Lebih seribu mahasiswa dari puluhan universitas di Indonesia dikirim ke Jerman dengan modus \”magang\” tapi kenyatannya di Jerman mereka kerja Ferienjob.
Banyak di antaranya menjadi korban dugaan penipuan itu.
Berita tentang mahasiswa Ferienjob berkedok program magang itupun ramai diberitakan berbagai media di Indonesia.
Menanggapi kekisruhan tersebut, Duta Besar Republik Indonesia untuk Jerman Arif Havas Oegroseno menyebutkan ada banyak misinformasi soal pemberangkatan para mahasiswa untuk bekerja di Jerman tersebut.
Agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam hal penempatan pekerja Indonesia di Jerman, Havas juga berbagi perkembangan infornmasi tentang kerja sama antara Jerman dan Indonesia yang tengah dijajaki.
DW: Bagaimana duduk perkara kasus Ferienjob di Jerman yang baru-baru ini sempat bikin geger baik masyarakat di tanah air dan juga mungkin beberapa kalangan masyarakat Indonesia di Jerman?
Arif Havas Oegroseno: Ferien itu artinya liburan. Job itu artinya kerja. Jadi Ferienjob itu kerja di waktu liburan. Ini bukan program, ini bukan magang. Ini bukan program magang. Ini job market atau lapangan pekerjaan dan diatur secara jelas di Undang-undang Ketenagakerjaan Jerman. Ini adalah lapangan kerja untuk jenis pekerjaan kasar, seperti mengangkat koper, mengangkat boks, memetik buah, mengecat, pertukangan, pengangkutan barang, kemudian juga jaga malam kadang-kadang.
Nah, ini adalah pekerjaan untuk menggantikan buruh kasar yang sedang liburan di Jerman.
Awalnya itu hanya untuk warga Jerman, yang duduk di bangku SMA dan juga kuliah, kemudian ternyata dirasa oleh pemerintah Jerman kurang, akhirnya diperluas untuk mereka yang berdomisili di Jerman. Kemudian dibuat undang-undangnya yang jelas, diatur berapa gajinya dan apa yang harus dilakukan secara detail. Ternyata masih kurang juga, lalu diperluas ke warga Uni Eropa untuk kerja kasar pada saat masa liburan di Jerman.
Masih kurang juga, karena di Eropa pun juga secara umum jumlah penduduknya berkurang, jadi pekerja juga makin sedikit. Kemudian diperluas, tidak hanya mencakup warga Jerman atau mereka yang berdomisili di Jerman dan tidak hanya Uni Eropa, tetapi juga non-Uni Eropa, warga non-UE yang kemudian mendaftar Ferienjob.
Kebanyakan mereka itu tahu dari negara asalnya, bahwa memang datang ke Jerman untuk bekerja, misal untuk memetik buah, untuk menjadi porter, untuk mengangkat boks, untuk melakukan pekerjaan membuat paket-paket rokok, bungkus rokok elektrik. Jadi ini manual job.
Di Indonesia (dalam kasus yang marak terakhir ini), itu diklankan, dikampanyekan disosialisasikan sebagai suatu program magang intelektual. Dilakukannya di kampus-kampus. Dari paparan yang saya lihat, di situ disebutkan nanti bekerja di bidang logistik, analisa logistik, lalu akan melakukan riset, ada yang melakukan pekerjaan intelektual. Jadi ini kesannya adalah kerja magang intelektual.
Tapi sampai di situ kan seperti miskomunikasi, informasi itu itu dari kampus atau dari pihak agen?
Saya tidak tahu di lapangannya seperti apa. Tapi mungkin saya salah, perlu diverifikasi. Ini kan sudah masuk ranah pidana ya, jadi saya tidak mau membuat pernyataan yang bisa disalahartikan, dicek di universitas. Tapi dari dokumen yang saya dapatkan dari mahasiswa yang kemudian bermasalah di sini, itu memang pada saat mereka duduk di kampus melihat paparan dari agen itu, memang disampaikan bahwa yang akan mereka lakukan di Jerman adalah pekerjaan-pekerjaan yang berkesan intelektual. Nah, kemudian ini juga perlu verifikasi: Ada yang mendapatkan SKS, bahkan ada yang mendapatkan 20 SKS, ini perlu diverifikasi.