Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sekretaris Jenderal Komite Pusat Solidaritas Perjuangan Buruh Indonesia (SPBI) Fatkhul Khoir mempertanyakan dasar kebijakan pemerintah yang akan memotong gaji untuk iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).
Pihaknya melihat aturan tersebut masih sangat abu-abu baik dari sisi pemberi kerja dan pekerja.
“Prinsipnya berat, karena dalam aturan ini tidak jelas,” kata Fatkhul kepada Tribun, Selasa (28/5/2024).
SPBI menyatakan masih akan mendiskusikan sikapnya apakah akan menolak hingga melakukan aksi demo terhadap potongan iuran untuk Tapera.
Presiden Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Indonesia Mirah Sumirat menyatakan kebijakan tersebut menambah beban pekerja.
Menurut dia, saat ini pekerja sudah banyak dibebankan oleh kesulitan ekonomi dengan naiknya harga bahan-bahan pokok, upah rendah, dan ancaman badai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
\”Kondisi pekerja buruh saat ini sudah luar biasa sulit untuk menjalankan kehidupan dia, upahnya murah sudah berlangsung sejak Undang-undang Omnibuslaw Cipta Kerja tahun 2021,\” kata Mirah.
Kebijakan Tapera akan sangat merugikan para pekerja, dia menduga bahwa pembentukan Badan yang menangani Tapera hanya merupakan alat bagi pemerintah untuk membagi-bagikan kekuasaan.
\”Pasti ada susunan komisaris, direktur, dan saya menduga kuat itu hanya untuk bagi-bagi kekuasaan bagi kelompok-kelompok kekuasaan untuk duduk di sana,\” tegas Mirah.
Dia menyarankan, pemerintah menetapkan kebijakan dengan melibatkan peran aktif pekerja dalam proses perumusannya.
Lebih baik pemerintah fokus untuk membuat kebijakan yang bersifat subsidi kepada pekerja sebagaimana diamanatkan dalam undang-undang dasar.
\”Harusnya, ambilah subsidi untuk Tapera atau perumahan buruh, bukan dari gaji yang dipotong. Belum lagi nanti klaimnya gimana, jadi harusnya dikaji ulang yang lebih mendalam,\” pungkasnya.
Sebelumnya, semua pekerja, buruh baik ASN maupun swasta wajib membayar iuran tabungan perumahan rakyat (Tapera).