Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ismoyo

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Bisnis penerbangan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk langsung terdampak oleh tren pelemahan kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat.
Direktur Utama Garuda Indonesia, Irfan Setiaputra mengungkapkan, banyak komponen biaya yang dikeluarkan Garuda Indonesia yang harus dibayar dalam dolar AS, sementara pendapatan perusahaan sebagian besar dalam rupiah.
Kondisi demikian membuat beban beban usaha perusahaan melonjak dan menekan pendapatan.
\”Yang jelas exchange rate-nya, aduh bikin deg-degan, kita komponen dolar-nya kan gede,\” ungkap Irfan Setiaputra saat ditemui di Hotel Bidakara Jakarta, Kamis (20/6/2024).
\”Ini kalau exchange rate ini, kursnya melemah terus, kan (bisnis kita) babak belur. Kita kan income-nya banyak dalam rupiah. Anda kan nggak saya tagih dalam dolar kan kalau naik pesawat?\” sambungnya.

Selain exchange rate, terdapat komponen lain yang turut menekan pendapatan industri maskapai penerbangan, yakni bahan bakar avtur yang juga mengalami peningkatan.
Dalam kesempatan tersebut ia berharap, kebijakan Tarif Batas Atas (TBA) untuk harga tiket pesawat dapat disesuaikan.

Mengingat, terakhir kali TBA diperbaharui pada saat nilai tukar rupiah berada di level Rp13.000 per dolar AS.
\”Kalau TBA kita minta direvisi ya. Asal ingat TBA itu di terakhir itu berbasis dollarnya Rp13.000 ya. Jadi enggak usah dilihat ini kita juga udah enggak cocok lagi lah costing-nya,\” pungkasnya.

Sebagai informasi, dalam beberapa pekan ke belakang, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terus mengalami pelemahan, hingga akhirnya tembus ke level Rp16.400.
Bahkan berdasarkan pantauan Tribunnews di Bloomberg Spot Rate, nilai tukar rupiah pada Kamis (20/6/2024) sore, ditutup melemah di level Rp16.430.
Nilai tersebut melemah 65 poin dibandingkan penutupan sebelumnya (19/6/2024) yang senilai Rp16.365.

By admin