Bos Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Muhammad Yusuf Ateh mengklaim banyak proyek kementerian/lembaga (K/L) yang tak mempertimbangkan risiko untuk masyarakat terdampak.
\”Kerjaan kami di BPKP ini memang melihat risiko karena auditnya berbasis risiko. Istilah kami itu kan melihat mana titik-titik rawan yang risiko ada fraud, tapi kalau K/L itu kalau bikin program itu biasanya tidak mempertimbangkan risiko,\” katanya dalam Konferensi Pers di Kantor BPKP, Jakarta Timur, Kamis (1/2).
\”Misal, dia membangun waduk di daerah. Ini kan katakanlah tujuannya untuk pengairan sampai sawah-sawah. Ini kadang gak dihitung, dia bikin waduk saja, padahal ada saluran premier dan tersier yang bukan bagian APBN. Sebagian (dana) daerah dan desa, itu seringkali tidak dihitung,\” sambung Ateh.
Untuk itu pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2023 tentang Manajemen Risiko Pembangunan Nasional (MRPN).BPKP Selesaikan Audit 7 Dana Pensiun BUMN: 3 Terindikasi FraudADVERTISEMENT .para_caption div {width: 100%;max-width: none !important;position: absolute;z-index: 2;}Hadir pula Komite MRPN yang diketuai Menteri PPN/Bappenas Suharso Monoarfa serta Menteri Keuangan Sri Mulyani dan wakilnya Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, serta beranggotakan Menteri BUMN Erick Thohir hingga Menpan RB Abdullah Azwar Anas.
Ateh mengatakan BPKP memang tidak masuk dalam susunan kepengurusan Komite MRPN yang pengarahnya merupakan para menteri koordinator (menko). Ia menyebut tugas pihaknya sebagai pembina.
\”Itu BPKP berperan karena punya pengalaman lebih lama, kita sebagai pembina sehingga ada sertifikasi-sertifikasi K/L dan BUMN. Kita melakukan itu dan itu kita awasi penyelenggaraannya,\” jelas Ateh.
\”Ini banyak sekali proyek seperti itu karena kementerian masing-masing hanya memikirkan bagiannya masing-masing. Kalau kementerian lain tidak buat secara seksama, biasanya manfaatnya (yang dirasakan masyarakat) akan jadi lama,\” tambahnya.
Bos BPKP itu merinci beberapa fokus Komite MRPN yang dihasilkan dalam rapat pertama pada Selasa (30/1). Ada peningkatan produksi pangan nasional, penurunan angka kemiskinan, penurunan stunting, percepatan transisi energi, pembangunan pariwisata, dan pengelolaan sampah.