Kota-kota pantai di Spanyol sedang mencapai titik puncaknya. Protes telah memenuhi jalan-jalan dari Barcelona, Mallorca hingga Malaga musim panas ini, dengan penduduk mengusir wisatawan.
Namun, jauh dari garis pantai yang padat di negara itu, desa-desa pedesaan yang tidak berpenghuni malah ingin didatangi oleh wisatawan.
\”Selama bertahun-tahun, Spanyol telah mempromosikan pariwisata yang berfokus pada matahari dan pantai,\” kata Francisco Mestre, Presiden Los Pueblos Más Bonitos de España. \”Namun, desa-desa dan kota-kota kecil di dalam Spanyol lah yang menunjukkan keaslian negara tersebut,\” lanjutnya, seperti dilansir Euronews.Pilihan RedaksiGara-gara Tolak Beli Suvenir, 20 Turis Asing Ditelantarkan Sopir BusDestinasi Liburan Pilihan Cristiano Ronaldo, bak Surga Penuh KeajaibanJakarta Urutan Kedua Kota Terbaik di Asia untuk Kerja Sambil LiburanDimodelkan berdasarkan asosiasi Prancis \’Les Plus Beaux Villages de France\’, organisasi tersebut telah merayakan 116 desa dan kota terindah di Spanyol selama dekade terakhir karena arsitektur, warisan budaya, dan ruang hijaunya.
Di antara mereka adalah Anento, sebuah desa indah yang menempati lembah batu kapur di provinsi Zaragoza. Dalam 10 tahun, desa ini telah berkembang dari hanya memiliki 100 penduduk dan 2.000 pengunjung per tahun menjadi menyambut sekitar 45.000 wisatawan setiap tahunnya.
Mereka datang untuk menikmati mata air alami berwarna biru kehijauan dan gereja Gotik yang mencolok. Untuk mempertahankan momentum ini, dua restoran baru, sebuah hotel, flat agrowisata, dan kantor pariwisata baru-baru ini dibangun di desa tersebut, sementara bekas lapangan sepak bola telah diubah menjadi tempat parkir mobil.
Itu bukan satu-satunya kota di Spanyol yang ingin membalikkan depopulasi melalui pariwisata. Penemuan kembali desa kecil di Spanyol dengan nama Libros, yang berarti buku dalam Bahasa Spanyol, salah satu desa yang mengesankan.
Banyak yang percaya bahwa sebutan buku merujuk pada bentuk pegunungan yang mengelilingi pemukiman tersebut, yang terletak di sebuah lembah di provinsi timur Teruel. Namun kini, Libros memanfaatkan namanya untuk mengubah citranya sebagai ibu kota sastra Spanyol. Meski namanya Libros, tidak ada perpustakaan di desa itu.
Menghadapi depopulasi setelah tambang bijih belerangnya ditutup pada tahun 1956, Libros kini hanya memiliki 114 penduduk. Namun, wali kota memiliki rencana untuk mengembalikan desa tersebut ke kejayaannya sebelumnya.
Selama salah satu festival film asosiasi Mi Pueblo Lee (Desaku Membaca), muncul ide untuk menjadikan Libros sebagai ibu kota sastra.
Sebuah unggahan di X oleh Maribel Medina, seorang penulis dari Navarre, yang menanyakan mengapa desa tersebut tidak memiliki perpustakaan menyebabkan buku-buku berdatangan ke Libros dari seluruh penjuru dunia, dari Argentina hingga Jerman. Dalam setahun, lebih dari 50.000 buku telah dikirim.
Pada akhir tahun ini, pembangunan perpustakaan-hotel untuk menampung buku-buku sumbangan akan dimulai di Libros, dan ada juga rencana untuk membangun kembali bekas distrik pertambangan tersebut. Sejak itu, jalan-jalan di kota tersebut diberi nama sesuai penulis terkenal, dan ada rencana untuk membuat jalan sastra dengan lampu-lampu yang bertuliskan kutipan dari buku.
\”Sejak cuitan pertama Medina, wisatawan mulai berdatangan ke desa tersebut,\” kata Wali Kota Raúl Arana Calomarde. \”Saat ini, kami hanya memiliki dua wisma tamu untuk wisatawan, tetapi wisma-wisma tersebut sudah menarik banyak minat, jadi kami akan segera membangun hotel dengan 20 kamar,\” lanjutnya.
\”Kami mendatangkan wisatawan yang menginginkan kedamaian dan liburan aktif di antara sungai, gunung, dan hutan,\” ucapnya.
Bagi kota-kota seperti Anento dan Libros, pariwisata bukan hanya peluang untuk meningkatkan perekonomian, tetapi juga untuk bertahan hidup, karena pariwisata menciptakan lapangan kerja yang menarik penduduk baru.

By admin