Di tengah konflik yang berkepanjangan antara Israel dan Hamas, wisatawan yang ingin mengunjungi Israel sebagai turis dihadapkan pada tantangan unik dalam menemukan penerbangan yang aman dan terjangkau.
Sejak 7 Oktober 2023, ketegangan telah meningkat dengan serangan lintas batas oleh kelompok pejuang Palestina Hamas. Namun, hal tersebut tidak menghalangi penerbangan sipil yang tetap beroperasi dari dan ke Bandara Internasional Ben Gurion, Israel, tanpa insiden.
Bagaimana Israel mempertahankan keselamatan penerbangannya? Sistem pertahanan udara Iron Dome, dengan tingkat keberhasilan lebih dari 90 persen, berperan penting dalam melindungi wilayah udara Negeri Zionis itu hingga jarak 70 kilometer.
Otoritas Penerbangan Sipil Israel mengadopsi penutupan wilayah udara secara taktis, di mana merupakan langkah yang biasa diambil bandara internasional dalam situasi darurat.Pilihan RedaksiRibut dengan Pacar dan Pramugari di Pesawat, Pria Didenda Rp321 JutaJangan Salah Bawa, Barang-barang Ini Dilarang Masuk PesawatJangan Unggah Boarding Pass di Medsos, Ini Alasannya\”Kami secara teratur menutup wilayah udara kami selama 10 hingga 40 menit, di mana pesawat akan berada di udara lebih lama. Ini tidak menjadi masalah karena kami telah memberi tahu maskapai penerbangan untuk membawa bahan bakar tambahan agar dapat bertahan di udara hingga 40 menit,\” kata Kepala Departemen Infrastruktur Udara di Otoritas Penerbangan Sipil Israel, Libby Bahat.ADVERTISEMENT .para_caption div {width: 100%;max-width: none !important;position: absolute;z-index: 2;}Namun, perjalanan ke Israel bukan tanpa hambatan. Situasi ini telah menimbulkan apa yang disebut \’war pricing,\’ di mana harga tiket melonjak tajam selama periode konflik.
Mengutip dari South China Morning Post, seorang penumpang menggambarkan perjalanannya dari Singapura ke Ben Gurion melalui Athena sebagai pengalaman yang unik dan menantang. Perjalanan dimulai dengan 12 jam perjalanan dari Singapura ke ibu kota Yunani, Athena, dilanjutkan dengan penerbangan dua jam ke Ben Gurion.
Sebelum konflik, tujuh maskapai melayani rute ini, tetapi kini hanya enam maskapai yang beroperasi dengan layanan terbatas. Ryanair, maskapai ketujuh, masih menunggu pembukaan kembali Terminal 1 di Ben Gurion yang ditutup karena rendahnya lalu lintas penumpang setelah perang.
Terminal 1 didedikasikan untuk maskapai penerbangan biaya rendah dan mengenakan pajak bandara hanya US$11 (Rp177 ribu) per orang jika dibandingkan dengan Terminal 2 dan 3 yang dikenakan harga US$30 (Rp482 ribu). Terbatasnya pasokan juga meluas ke banyak maskapai penerbangan yang terbang ke Ben Gurion.