Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) bidang dakwah dan ukhuwah, KH Cholil Nafis turut mengomentari fenomena war takjil yang sedang nge-tren di masyarakat. Ia menilai fenomena ini sebagai bagian dari berkah Ramadhan.
\”Saya memahami \’Takjil War\’ itu kan kita mau membeli hidangan buka puasa dan kalau saudara kita yang non muslim pun mau ikut menikmati, itu bagian dari berkah Ramadhan,\” kata Cholil seperti dilaporkan Antara, Jumat (22/3).
Ramadhan tahun ini memang lebih meriah dengan adanya tren \”War Takjil\”, mulai dari media sosial hingga kehidupan nyata.
\”War Takjil\” secara sederhana berarti berburu membeli takjil dari para penjual makanan buka puasa, mulai dari umat Muslim hingga umat non Muslim.
Para pedagang merasa fenomena ini menjadi cara unik untuk memeriahkan bulan suci Ramadhan. Sebab, bukan hanya umat Islam yang membeli takjil, kini umat non Islam ikut berburu takjil.ADVERTISEMENT .para_caption div {width: 100%;max-width: none !important;position: absolute;z-index: 2;}Pilihan RedaksiSering Takjil War? Ini Rekomendasi Favorit Takjil di Bulan Ramadhan!Kenapa Takjil Jadi Buruan Umat Lintas Agama?INFOGRAFIS: \’Rules\’ Berburu Takjil Lintas AgamaLebih menyenangkan lagi dengan adanya konten media sosial tentang \”War Takjil\” yang menggelitik perut.
Meskipun demikian, kata Cholil, perkara \”war takjil\” ini tidak boleh dijadikan ajang untuk boros atau mengeluarkan uang secara berlebihan.
\”Yang harus diingat, persiapan berbuka puasa itu tidak boleh berlebihan. Sebab kalau kita bicara berlebihan, itu jangankan saat berpuasa, tidak berpuasa pun tidak boleh berlebih-lebihan,\” lanjut Cholil.
Larangan untuk mubazir dan boros berada pada surat Al-Isra ayat 26 yang berbunyi :
وَلَا تُبَذِّرْ تَبْذِيْرًا
Artinya : \”Janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.\” (QS Al-Isra\’ : 26)
Ayat di atas menjelaskan bahwa kita tidak boleh israf atau berlebihan, termasuk membeli takjil karena akan berakhir mubazir atau membuang-buang, terutama selama Bulan Ramadhan.
Berbuka puasa tidak boleh berlebihan, berbuka dengan rasa cukup menjadi salah satu hal yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW.
Nabi Muhammad SAW bahkan mencontohkan berbuka hanya dengan memakan kurma, ini dibuktikan dengan hadis yang diriwayatkan Anas bin Malik sebagai berikut :
\”Rasulullah SAW berbuka dengan beberapa kurma basah sebelum mendirikan salat. Apabila tidak ada maka dengan kurma kering. Apabila tidak ada maka beliau meminum air.\” (HR Dawud).
Selain teladan Rasulullah, Islam mengajarkan hambanya untuk berhenti makan sebelum kenyang, hal ini berlaku sebelum atau setelah Ramadhan.
Jadi, jika kita berpatokan dengan hadis di atas dan ajaran Islam, maka kita menyadari bahwa \”war takjil\” secara berlebihan akan menjadi satu hal yang salah.
Sebaiknya \”war takjil\” secukupnya dan tidak perlu berlebihan, disarankan disesuaikan dengan porsi nutrisi harian.

By admin