Sinetron televisi masih jadi pilihan utama hiburan masyarakat Indonesia. Sejak berkembang pada 1980-an hingga capai era keemasan pada akhir 90-an dan awal 2000-an, sinetron berhasil bertahan sampai kini di tengah gempuran konten OTT.
Sejumlah perubahan dialami sinetron seiring perkembangan zaman, salah satunya adalah jadwal penayangan dari sebulan sekali, seminggu satu kali, hingga tiap hari.Review Film: Siksa NerakaBegitu pula dengan jam tayang yang awalnya hanya malam hari yang jadi prime time, kini sejumlah saluran televisi memutar sinetron di beberapa jam tayang menyusul masih tingginya minat penonton terhadap opera sabun itu.
Hal itu sejalan dengan pendataan yang dilakukan Komisi Penyiaran Indonesia dan dirilis pada 2020, sekitar 60 persen masyarakat Indonesia masih menggemari tontonan hiburan seperti sinetron.
Namun, sinetron yang awalnya menjadi tontonan beragam usia, belakangan ini dicap sebagai hiburan emak-emak karena diyakini penonton perempuan dewasa lebih mendominasi.
Pelabelan itu sesungguhnya sesuai dengan hasil jajak pendapat Kompas pada 2022 yang menunjukkan 55,1 persen perempuan menonton sinetron.Akademisi Institut Kesenian Jakarta Danu Murti menilai beberapa hal membuat cerita sinetron digemari ibu-ibu, seperti menjual mimpi tentang hidup serba nyaman dan mewah. (Multivision Plus via Facebook)Dalam survei itu pula terlihat penonton televisi didominasi Gen X (40-55 tahun) yang mendapatkan 44,5 persen, diikuti Gen Y dengan 30,2 persen, dan 16,2 persen baby boomers dan silent gen.
Akademisi Institut Kesenian Jakarta Danu Murti menilai beberapa hal membuat cerita sinetron digemari ibu-ibu, seperti menjual mimpi tentang hidup serba nyaman dan mewah.
Sinetron diyakini menjadi wahana eskapisme penonton dari sengkarut kehidupan. Penonton setidaknya dapat ikut merasakan kehidupan bergelimang harta ketika menonton karakter semacam itu di sinetron.
\”Sinetron masih digemari, khususnya oleh ibu-ibu, karena cerita sinetron menjual dan memperlihatkan mimpi yang ingin dicapai oleh ibu-ibu,\” ujar Danu kepada CNNIndonesia.com.Kenangan Kiki Fatmala Jadi Si Manis Jembatan Ancol\”Ibu-ibu tentu ingin hidup mewah, rumah besar bagai istana, menggunakan mobil-mobil seperti ratu, mengenakan perangkat, busana, aksesoris layaknya selebritas,\” lanjutnya.
Cerita yang relevan ditambah sentuhan eye candy memang terbukti ampuh memikat hati pencinta sinetron. Racikan itu masih digunakan ketika studio menggarap judul-judul baru.
Formula tersebut seolah menjadi jalan pintas jika sinetron ingin mendapat rating yang tinggi. Namun, tentu saja hal tersebut membawa efek samping yang patut disayangkan.
Eksekusi yang itu-itu saja menyebabkan sinetron menjadi homogen meski judulnya beragam. Situasi tersebut juga membuat penonton kekurangan referensi karena sinetron terkesan ogah mengeksplorasi cerita.
Hal ini juga berimbas kepada pembuat sinetron. Mereka kerap susah menawarkan ide baru lantaran sangsi dengan respons penonton yang biasa mengonsumsi drama rumah tangga dengan karakter orang kaya dan penderitaan orang miskin.
Salah satu penulis naskah sinetron Indonesia, Maruska Bath, curhat pernah alami langsung perbedaan respons penonton. Ia mengaku pernah mengerjakan sinetron dengan cerita di luar pakem favorit penonton, seperti karakter yang lebih membumi dengan latar sederhana.
Hasilnya, sinetron itu tidak mendapatkan respons positif hingga ratingnya terus menurun.
Lanjut ke sebelah…