Presiden Amerika Serikat (AS), Joe Biden, marah setelah Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, perintahkan invasi Rafah, Gaza selatan.
Kemarahan Joe Biden ini diungkapkan saat melakukan panggilan telepon dengan Netanyahu pada Minggu (11/2/2024).
Dalam percakapan 45 menit tersebut, Biden mengatakan kepada Netanyahu bahwa Israel tidak boleh melanjutkan operasi militer di Kota Rafah tanpa rencana yang \”kredibel\”.
Dikutip dari The Times of Israel, Biden mengatakan rencana tersebut digunakan untuk melindungi warga Palestina yang berada di Kota Rafah.
Sebelumnya pada hari Kamis (8/2/2024), Biden telah memperingatkan Netanyahu, tanggapan Israel terhadap Gaza adalah \”berlebihan\”.
Pemerintahan Biden juga mengkhawatirkan rencana masa depan Israel di Gaza, terutama mengingat penentangan Netanyahu terhadap negara Palestina di sana.
Lebih dari separuh penduduk Gaza yang berjumlah 2,3 juta jiwa telah mengungsi ke Rafah untuk menghindari pertempuran di daerah lain.
Netanyahu, dalam sebuah wawancara dengan NBC yang disiarkan pada hari Minggu, menegaskan operasi Rafah akan terus dilakukan \”sambil memberikan jalan yang aman bagi penduduk sipil sehingga mereka dapat pergi\”.
Ketika ditanya tentang ke mana penduduk seharusnya pergi, Netanyahu mengatakan Israel telah mempersiapkan meskipun tengah menyusun rencana terperinci.
\”Anda tahu, daerah yang telah kami bersihkan di utara Rafah, banyak daerah di sana. Namun, kami sedang menyusun rencana terperinci,\” kata Netanyahu.
Tak hanya Joe Biden, Kementerian Luar Negeri Mesir juga mengecam serangan Israel ke Rafah.

Mesir memperingatkan Israel akan adanya konsekuensi mengerikan bila Netanyahu tetap melanjutkan invasinya ke Rafah.
Dikutip dari The Jerusalem Post, mereka juga menyerukan komunitas internasional untuk bersatu mencegah serangan IDF terhadap Rafah.
Mesir bersikeras warga Palestina tidak diperbolehkan untuk melarikan diri melintasi perbatasannya dan memperingatkan terhadap pemindahan paksa penduduk.

By admin