Bukan hanya soal puasa dan pahala, bulan Ramadan banyak dirindukan karena tradisi khasnya.
Salah satu yang paling kentara adalah mendengar tetabuhan beduk dan alat musik saat dini hari untuk membangunkan sahur.
Membangunkan sahur ini juga menjadi tradisi di berbagai daerah di Indonesia.
Di Jakarta dikenal dengan ngarak bedug, Lampung dengan klote\’an, Gorontalo dengan koko\’o, dan di Morowali, Sulawesi Tengah ada denga-dengo.
Jika buat sebagian orang teriakan ‘sahur-sahur\’ ini menjadi kekhasan di masa Ramadan, ada juga yang beranggapan sebaliknya. Sebagian orang menilai panggilan yang berupa teriakan dan tetabuhan, jika dilakukan secara berlebihan, mengganggu.
Adi Kurnia, warga Bendungan Hilir, Jakarta Pusat, adalah salah satu yang merasa terganggu.
\”Dulu pernah ada, tapi saat ini sudah enggak ada lagi. Menurut saya sebenarnya suara dari masjid saja sudah cukup tidak perlu pakai ada yang keliling dan teriak-teriak,\” ucapnya kepada DW Indonesia.
\”Bangunin sahur itu harusnya biasa saja, tidak usah heboh-heboh. Membangunkan dengan santun tanpa mengganggu orang lain. Itu toleransi, toh kita yang puasa juga kan biasanya sudah pakai alarm di ponsel.\”
Muhammad Ikhsan juga sependapat. Pria yang pernah menjabat sebagai ketua komplek ini pun melarang anak-anak muda yang membawa alat musik dan berteriak-teriak ini untuk masuk ke kompleknya.
\”Saya melarang mereka masuk komplek karena di komplek tidak semuanya muslim. Ada juga nonmuslim. Ada cara lain membangunkan orang sahur, misal diketok saja rumahnya satu-satu. Untungnya semua warga di komplek setuju. Di situlah sikap toleransi beragama, kita beribadah tapi juga tidak berarti mengganggu orang lain.\”
Suara beduk sahur, memori khas Ramadan
Berbeda dengan keduanya, Dini Felicitas justru mengaku tak punya masalah. Saat ini, kata dia, di area rumahnya sudah tak ada lagi arak-arakan sejak beberapa tahun lalu.
\”Cuma ada ting-ting kecil (bunyi dari tiang listrik yang dipukul) saja sekarang. Tidak pernah terganggu sih dari dulu dengan suara itu. Zaman masih ada teriakan sahur itu pasti kebangun sih, tapi bisa langsung tidur lagi. Enggak pernah complain berisik karena memang enggak terganggu juga. Tapi sejak ditiadakan juga enggak kangen, karena memang tidak ikutan puasa,\” ucapnya diikuti tawa.
Berbeda dengan Dini, Mira Yanti justru mengaku galau. Buat dia, di area rumahnya, belasan anak muda berkeliling kampung dengan membawa speaker kecil dan drum untuk drum band.
Drum ini ditabuh keras sepanjang jalan sambil berteriak, ‘Sahur..Sahurr.\’ Sesekali ada candaan yang terdengar dari speaker yang dibawa.

By admin