Di Pulau Obi yang terletak di kawasan timur Indonesia, sebuah tambang yang dimiliki bersama oleh perusahaan China, Lygend Resources and Technology, serta perusahaan raksasa pertambangan Indonesia, Harita Group, dengan cepat menelan hutan di sekitar Desa Kawasi.
Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) – organisasi non-pemerintah yang mengadvokasi persoalan tambang di Indonesia – mengatakan bahwa penduduk desa berada di bawah tekanan untuk pindah dan menerima kompensasi dari pemerintah.
Sedianya, dalam program Pemerintah Daerah Halmahera Selatan, seluruh warga Desa Kawasi akan direlokasi ke kawasan Ecovillage Kawasi yang pembangunannya dilakukan oleh Harita Group.
Namun puluhan keluarga menolak untuk pindah, dengan alasan skema ganti rugi yang dirasa tidak adil.
\”Awalnya perusahaan tidak mau membayar ganti rugi dengan alasan operasi tambang mereka berada di tanah milik negara. Mereka hanya mau membayar ganti rugi tanaman yang besarnya Rp35-75 ribu per tanaman,\” kata Nur Hayati, seorang guru yang tinggal di Desa Kawasi.
Warga pun protes dengan memasang patok dan baliho penolakan. Akibatnya, sejumlah warga mengatakan mereka diancam dengan tindakan hukum karena dituding mengganggu Proyek Strategis Nasional.
Jatam mengatakan hutan-hutan telah ditebang untuk dijadikan lahan tambang dan mereka telah mendokumentasikan bagaimana sungai dan laut dipenuhi sedimen sehingga mencemari laut.
“Air sungai sekarang tidak bisa diminum, sudah terkontaminasi, dan air laut yang biasanya berwarna biru jernih berubah menjadi merah saat hujan,” kata Nur.
Militer Indonesia disebut telah dikerahkan ke pulau tersebut untuk melindungi tambang dan ketika BBC berkunjung baru-baru ini, kehadiran tentara di sana begitu nyata.
Jatam mengeklaim aparat militer digunakan untuk mengintimidasi, dan bahkan menyerang, orang-orang yang menentang tambang tersebut.
Nur mengatakan warga sekitar merasa militer ada di sana untuk \”melindungi kepentingan tambang, bukan kesejahteraan rakyatnya sendiri\”.
Juru bicara TNI di Jakarta mengatakan tuduhan intimidasi itu “tidak dapat dibuktikan”.
\”Pasukan yang terlibat pengamanan di PT Harita ditempatkan di pos-pos pengamanan obyek vital yang berada di dalam situs [tambang] dan tidak berhubungan dengan masyarakat,\” kata Kapuspen TNI Brigjen Nugraha Gumilar kepada BBC.