Florian Faris Warihanggoro, 23, dengan penuh senyum dan mata berbinar menjawab sapaan DW Indonesia. Rian, panggilan akrabnya, didampingi oleh sang ibu, Salsalia Anggaraswati saat berbincang di Butik Batik Dama Kara di Cihapit, Bandung.
\”Teman-teman di sini sudah paham bagaimana menangani anak berkebutuhan khusus,\” ujar Salsalia. Tak lama, Rian pun ikut menimpali pembicaraan bahwa dia bahagia bisa magang kerja di butik itu.
Pekerjaannya antara lain memotong dan mencuci kain sebelum dicelup warna. Selain itu, ada pula waktu makan dan bernyanyi bersama rekan kerja lainnya.
Rian adalah mahasiswa penyandang autis lulusan Art Therapy Center (ATC) Widyatama, Bandung, yang berkesempatan menempuh magang kerja di Dama Kara sejak Mei 2022. Di sana, Salsalia berharap putra sulungnya bisa belajar berinteraksi dengan orang lain dan memahami suasana kerja di tempat kreatif yang tidak kaku.
Belajar bertanggung jawab
Sementara itu, Raihan Abiyyuda, 25, mahasiswa ATC Widyatama penyandang Borderline Personality Disorder (BPD atau Borderline) merasa senang hasil karyanya bisa dipajang di Butik Batik Dama Kara.
Borderline atau kepribadian ambang adalah kondisi kesehatan mental yang disertai emosi ekstrem dan kesulitan membentuk hubungan yang kuat dan stabil dengan orang lain. Remaja dengan BPD sering kali mudah marah, impulsif, dan cepat percaya bahwa orang lain telah berbuat salah terhadap mereka, seperti dikutip dari Child Mind Institute.
Menurut Any Djatiningtyas, ibu dari Raihan Abiyyuda, putranya sudah mandiri di rumah. Namun, pemuda yang biasa disapa Abi ini ingin sekali bekerja dan memiliki penghasilan sendiri tanpa minta dari ayah ibunya, kata Any.
\”Abi ingin punya rasa tanggung jawab. Saya tanya Abi mau melamar kerja ke mana, tahu apa yang harus disiapin,\” ujar Any.
Tantangan dunia kerja bagi warga berkebutuhan khusus
Kendati Rian dan Abi memiliki pengalaman magang kerja, bukan berarti keduanya bisa mudah diterima di bursa tenaga kerja. Tidak banyak perusahaan atau UMKM yang mau memberi peluang kerja bagi individu berkebutuhan khusus dan penyandang disabilitas. Padahal, ibu kota provinsi Jawa Barat ini adalah salah satu kota jasa di Indonesia yang menjadi rumah bagi banyak perusahaan skala nasional maupun lokal.
Menurut Open Data Jabar, tercatat ada 49.349 penyandang disabilitas di Kota Bandung, Kabupaten Bandung, dan Kabupaten Bandung Barat.
\”Pesimis. Mau kerja di mana?” jawab Any dengan wajah keprihatinan. Namun, ia meyakini kemampuan yang Abi miliki saat ini disiapkan untuk memulai usaha sendiri.
Salsabila juga melontarkan pendapat serupa. Ia menyadari bahwa Rian, putranya, punya beberapa keterbatasan yang membuat peluang diterima bekerja menipis.
\”(Peluang) lebih terbuka bila kerja online, jualan di online daripada kerja formal,\” kata Salsabila kepada DW Indonesia.
Berikan ruang untuk berkreasi
Sementara itu, pendiri Dama Kara, Nurdini Prihastiti, 33, menuturkan bahwa perusahaannya ingin memberikan manfaat sosial yang berkelanjutan. Dini, panggilan akrabnya, melihat bahwa anak berkebutuhan khusus dan penyandang disabilitas punya kelebihan yang layak dikembangkan.

By admin