Hamas memperingatkan agar tentara Israel tidak melakukan operasi militer di Kota Rafah di Gaza selatan.
Hamas mengatakan, hal itu akan sangat mempengaruhi negosiasi gencatan senjata yang sedang berlangsung mengenai kembalinya tawanan Israel yang ditahan oleh gerakan Palestina.
Tanggapan Hamas ini muncul ketika Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berjanji untuk terus melakukan invasi darat ke Rafah.
Adapun Rafah merupakan tempat lebih dari 1 juta pengungsi Palestina berlindung.
“Penilaian kami adalah bahwa setiap serangan terhadap Rafah akan berdampak signifikan terhadap situasi para pengungsi dan kelanjutan perundingan, menghalangi jalan menuju kesepakatan apa pun,” ungkap juru bicara Hamas Jihad Taha, Rabu (20/3/2024), dilansir The New Arab.
“Kami menuntut komunitas internasional, Perserikatan Bangsa-Bangsa, organisasi hak asasi manusia dan kemanusiaan global, dan lembaga terkait lainnya untuk juga menjalankan tanggung jawab mereka untuk mengungkap proyek genosida dan pembantaian Zionis, dan untuk melindungi rakyat kami sesuai dengan hukum internasional dan konvensi, mengutuk perilaku kriminal pemerintah pendudukan teroris ini,\” papar Hamas.
Diperkirakan 1,5 juta warga Palestina – lebih dari separuh penduduk Gaza – mengungsi di Rafah setelah melarikan diri dari pertempuran di tempat lain di wilayah tersebut.
Ketakutannya adalah serangan Israel akan membuat penduduk kota tidak punya tempat lagi untuk lari.
Israel sejauh ini telah menyarankan untuk memindahkan penduduknya keluar dari Rafah sebelum mereka memulai serangannya.
Namun, hal ini ditolak karena dianggap sangat tidak masuk akal oleh sebagian besar ahli.
\”Para mediator telah memperingatkan (Israel) agar tidak mengambil langkah ini dan menuntut fokus untuk menghentikan agresi dan memastikan keberhasilan upaya yang sedang berlangsung untuk mencapai gencatan senjata,\” jelas Taha.
Persiapan Serangan Darat di Rafah Butuh Waktu
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan, tentaranya sedang bersiap untuk memasuki Rafah di Jalur Gaza selatan.
“Ini akan memakan sedikit waktu,\” kata Netanyahu, Rabu, dikutip dari Anadolu Agency.
Dalam pidatonya di televisi yang disiarkan melalui akun resminya di X, Netanyahu memulai dengan merangkum rincian panggilan teleponnya dengan Presiden AS Joe Biden pada Senin (18/3/2024) lalu.