TRIBUNNEWS.COM –Kabinet Israel di bawah kepemimpinan Netanyahu terancam pecah seusai para menteri menolak rencana gencatan senjata di Jalur Gaza yang mencakup pembebasan sandera Hamas dan pertukaran tahanan.
“Pertemuan yang digelar malam ini berjalan alot, para menteri menolak kesepakatan apa pun untuk menentukan langkah selanjutnya terkait dengan pembebasan sandera,” ujar sumber kepercayaan Al Jazeera.
Perpecahan suara dalam kabinet Netanyahu sebenarnya sudah terlihat sejak internal Israel menggelar perundingan upaya gencatan senjata.
Banyak pejabat Israel dari kubu sayap kanan yang menolak usulan PM Netanyahu tentang rencana gencatan senjata dan pembebasan sandera.
Adapun usulan tersebut mencakup gencatans senjata 45 hari dan pembebasan 35 sandera Israel yang dibarter dengan 4.000 tahanan Palestina.
Gencatan Senjata Merugikan Israel
Sayangnya, usulan tersebut ditolak keras oleh parlemen sayap kanan Israel.
Mereka menilai usul yang dilontarkan Netanyahu hanya akan merugikan Israel.
“Parlemen dengan tegas mengancam akan meninggalkan pemerintahan lantaran menilai kesepakatan yang dibuat Netanyahu tak menguntungkan Israel,\” kata laporan media asal Qatar tersebu.
Alasan itu yang mendorong para Menteri tegas untuk menolak rencana pembebasan ribuan tahanan Palestina di negara tersebut, sebagai bagian dari kesepakatan pembebasansandera.
Militer Israel Adu Cekcok Dengan Pimpinan IDF
Masalah ini bukanlah satu–satunya penyebab pecahnya suara parlemen Israel.
Sebelumnya, Kabinet pimpinan Netanyahu terancam bubar seusai para menterinya terlibat adu cekcok dengan pimpinan tentara IDF dalam rapat kabinet keamanan tingkat tinggi.
Ketegangan itu terjadi ketika Pertemuan para menteri untuk membahas invasi Gaza.
Namun, secara mengejutkan kepala staf militer Israel, Herzi Halevi, mendesak para menteri untuk memasukkan eks menteri pertahanan Israel, Shaul Mofaz, ke dalam panel guna menyelidiki insiden serangan7 Oktober yang terjadi di Israel selatan.
Hal tersebut lantas memicu perdebatan sengit dan penuh kemarahan antara para menteri dan petinggi militer.