Jenderal pensiunan divisi operasi militer Israel, Israel Ziv, mengkritik cara pasukan pertahanan (IDF) membebaskan empat sandera HamasĀ dalam operasi khusus yang menewaskan lebih dari 200 orang.
Dia berujar mestinya ada kesepakatan komprehensif untuk memulangkan sisa sandera sekaligus mengakhiri perang.Daftar Negara yang Paling Sulit Dikunjungi\”Hanya kesepakatan yang bisa mengembalikan para sandera. Kesepakatan seperti itu tak bisa berdiri sendiri, harus menjadi bagian dari kesepakatan komprehensif untuk mengakhiri perang,\” kata dia dikutip media Maariv Israel, Minggu (9/6).
Ziv menekankan bahwa kesepakatan tersebut merupakan kepentingan Israel alih-alih Hamas.ADVERTISEMENT .para_caption div {width: 100%;max-width: none !important;position: absolute;z-index: 2;}\”Ini lebih merupakan kepentingan Israel dibandingkan kepentingan Hamas karena ada ancaman nyata yang mengancam di wilayah utara,\” ucap Ziv, seperti dikutip Al Jazeera.
Ziv mengatakan operasi pembebasan itu merupakan salah satu misi Israel yang paling kompleks dan berbahaya. Namun, dia juga memuji langkah IDF.
Ziv menduga Hamas tak akan tinggal diam setelah operasi itu. Kelompok milisi Gaza ini akan mengambil langkah signifikan untuk menghalangi misi Israel membebaskan sandera di masa depan.Eks Jenderal Israel Sentil Cara Brutal IDF Bebaskan 4 Sandera HamasIsrael membebaskan empat sandera saat menyerbu kawasan Nuseirat pada Sabtu (8/6). Saat ini ada sekitar 116 sandera yang masih ditawan oleh Hamas.
Keempat sandera yang berhasil diselamatkan yakni Noa Argamani (25 tahun), Almog Meir Jan (21 tahun), Andrey Kozlov (27 tahun), dan Shlomi Ziv (40 tahun).
Saat melakukan operasi, Israel juga melancarkan serangan besar-besaran di kamp pengungsi Nuseirat. Imbas gempuran tersebut, lebih dari 200 warga Palestina tewas.
Operasi itu juga berlangsung saat upaya gencatan senjata terus digalakkan. Negosiasi gencatan senjata selama ini kerap berujung buntu.KILAS INTERNASIONAL
Jerman Waswas Perang Eropa hingga Prabowo Terbang ke YordaniaTopik yang selama ini menjadi perdebatan panas adalah soal pembebasan sandera/tahanan dan jangka waktu gencatan senjata.
Israel melancarkan agresi di Gaza sejak Oktober 2023. Imbas serangan mereka, lebih dari 36.800 orang di Palestina meninggal.