Pada tanggal 5 Agustus, Sheikh Hasina mengundurkan diri sebagai perdana menteri Bangladesh setelah gelombang protes berdarah selama berminggu-minggu.
Pemrotes awalnya menolak sistem kuota kontroversial yang menjanjikan lebih dari separuh posisi pegawai negeri untuk kelompok tertentu.
Demonstrasi mahasiswa berubah menjadi gerakan massa yang memaksa Hasina untuk meninggalkan jabatannya dan melarikan diri ke India, mengakhiri masa jabatannya selama 15 tahun. Pemerintah sementara yang dipimpin oleh peraih Nobel Perdamaian Muhammad Yunus, yang mencakup dua pemimpin mahasiswa di posisi senior, sekarang menjalankan administrasi negara.
Menurut Human Rights Watch, ratusan orang tewas dan ribuan lainnya terluka dalam apa yang termasuk tindak kekerasan paling mematikan terhadap protes dalam sejarah Bangladesh baru-baru ini.
\”Lebih dari 1.000 orang tewas dan lebih dari 400 pelajar kehilangan penglihatan,\” menurut pernyataan dari Kementerian Kesehatan yang dikutip oleh kantor berita Reuters.
Akankah BNP mengisi kekosongan politik?
Selama tiga dekade terakhir, Bangladesh secara bergantian diperintah oleh Liga Awami pimpinan Hasina atau Partai Nasionalis Bangladesh, BNP, pimpinan rivalnya, Khaleda Zia.
Dengan absennya Hasina, partai oposisi BNP ingin berbicara dengan partai lain untuk membuat peta jalan bagi reformasi politik dan pemilihan umum.
\”Ketika kekosongan tercipta dalam politik, badai akan datang untuk mengisi kekosongan itu,\” kata juru bicara BNP Ruhul Kabir Rizvi Ahmed kepada DW. \”Jika kekosongan buatan itu diperpanjang, entah bagaimana pasti akan terisi. Oleh karena itu, pendekatan terbaik adalah terlibat dalam dialog.\”
Tujuan Jamaat: \’kesatuan politik\’
Ketika BNP yang berhaluan kanan-tengah mendorong adanya dialog, sekutu lama mereka, Jamaat-e-Islami, mengambil pendekatan yang berbeda.
Jamaat-e-Islami dan sayap mahasiswanya, Islami Chhatra Shibir, dilarang oleh pemerintah Hasina berdasarkan undang-undang antiterorisme. Namun pemerintah transisi minggu lalu mencabut larangan terhadap partai Islam tersebut, dengan mengatakan tidak menemukan bukti keterlibatannya dalam \”kegiatan teroris.\”
Jamaat kini berupaya memperkuat posisi politiknya dan, menurut laporan surat kabar lokal, ingin menyatukan partai-partai Islam lain di kantung-kantung pemilih konservatif. Sekretaris humas pusat Jamaat, Matiur Rahman Akand, mengatakan partai telah membahas pembentukan aliansi Islam.
\”Kami telah mengatakan bahwa semua partai politik dan kekuatan harus bersatu untuk membangun negara,\” kata Akand kepada DW. \”Tidak ada minoritas, tidak ada mayoritas, kami menginginkan persatuan.\” Ketika ditanya apakah ada rencana masa depan untuk aliansi Islam, dia berkata, \”Kami tidak bisa mengatakan apa pun tentang masa depan saat ini. Mengingat situasi saat ini, kami mencoba mencari cara untuk membangun negara ini.\”
Mahasiswa menginginkan sistem \’non-biner\’
Sementara itu, Hasnat Abdullah, seorang pemimpin gerakan mahasiswa, mengatakan kepada DW bahwa mereka ingin bergerak melampaui politik biner.
\”Kami akan mengharapkan perubahan,\” kata Abdullah kepada DW. \”Sistem biner yang telah dibuat, baik kanan maupun kiri, baik atas maupun bawah, baik Liga Awami maupun BNP, politik biner yang telah berkembang ini, Bangladesh akan keluar darinya.\”