Pakar politik, sejarah, dan budaya Indonesia dari Australia Maxe Lane menyoroti situasi politik di RI jelang pemilihan presiden (Pilpres) 2024 yang akan berlangsung pada 14 Februari.
Lane menuangkan gagasan dia dalam jurnal bertajuk Understanding Indonesia\’s 2024 Presidential Elections: A New Polarisation Evolving. Esai ini dirilis lembaga think tank berbasis di Singapura, ISEAS Yusof Ishak Institute, pada Rabu (31/1).
Pakar asal Australia tersebut membandingkan polarisasi kali ini dengan pemilu 2014 dan 2019. Polarisasi yang ada saat ini, lanjut Lane, berdasarkan warisan 32 tahun Orde Baru.
\”Dengan cara pemerintahan yang dibangun berdasarkan kekuasaan dinasti, kronisme, dan hak untuk memerintah yang diasumsikan anggota elit Orde Baru,\” tulis dia.Pakar Asing Prediksi Nasib RI jika Prabowo Menang Pilpres 2024ADVERTISEMENT .para_caption div {width: 100%;max-width: none !important;position: absolute;z-index: 2;}

Warisan ini juga ditandai dengan perpecahan antara mereka yang terintegrasi ke dalam budaya tersebut atau ingin menjadi bagian darinya, dan mereka yang dikecualikan.
Perpecahan baru
Lane memandang periode 20 tahun, usai Abdurrahman Wahid atau Gus Dur lengser dari presiden, diwarnai dengan gambaran polarisasi di kalangan elit politik Indonesia.
\”Meski masih ada waktu untuk kampanye, kontestasi ketiga calon mengungkap perpecahan baru yang mungkin mengubah kehidupan politik Indonesia,\” menurut Lane di tulisan dia.Iran Peringatkan AS Jangan Coba-coba Menantang PerangPasangan calon yang ikut kompetisi di pilpres kali ini yakni Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD.

Namun, Lane memandang konsensus mengenai dasar-dasar status quo, sebagaimana ditentukan kebijakan pemerintah selama sepuluh tahun terakhir, mungkin akan menyebabkan politik suara bulat (politic of unanimity) kembali.
Menurut Cambridge Dictionary politik suara bulat adalah kesepakatan penuh di setiap anggota kelompok.
Bersambung ke halaman berikutnya…

By admin