Setiap hari, ratusan botol plastik disortir dan ‘dikupas\’ di hub pengolahan sampah plastik yang terletak di Bekasi, Jawa Barat. Botol-botol plastik ini harus ‘dikupas\’ dengan cara membuang label dan tutup botolnya, sebelum akhirnya diolah jadi komoditas cacahan plastik yang bisa mendulang untung hingga ratusan juta rupiah per bulan.
Sakinah yang telah menghabiskan lebih dari 40 tahun hidupnya menjadi pemulung, akhirnya bergabung dengan tempat pengolahan sampah KitaOlah.id pada 2021. Bersama 13 pengupas botol sebaya dengannya, mereka ingin tetap bekerja di tengah keterbatasan usia yang tak lagi muda.
\”Dulu masih kuat, mau mulung dari pagi sampai malam juga enggak masalah, tapi sekarang stamina sudah enggak kayak dulu. ‘Kan tetap butuh makan.\”
Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!
Rumahnya yang tak jauh dari KitaOlah.id, membuat Sakinah tak perlu berjalan jauh untuk berangkat kerja. Hal serupa juga dirasakan para perempuan lain yang bekerja sebagai pengupas botol untuk kemudian didaur ulang.
Selain dekat dengan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bantar Gebang, Lokasi KitaOlah juga tak jauh dari permukiman warga yang mayoritas bekerja sebagai pemulung.
Pemulung lansia bisa tetap bekerja
Memang pendapatannya tak sebesar jika dibanding dengan hasil mengumpulkan sampah di TPA. Sakinah berkisah, saat jadi pemulung ia bisa mengumpulkan 90-100 ribu rupiah perhari, \”Kalau di sini dibayar sehari Rp60 ribu, kerjanya dari jam 8 pagi sampai jam 5 sore.\”
\”Memang awalnya saya yang datang ke sini, saya nyamperin Pak Andri, tanya apakah bisa saya kerja di sini?\” tutur Sakinah. Dari mulanya hanya ia dan 3 orang teman sesama mantan pemulung, hingga akhirnya kini jumlahnya semakin banyak.
Sembari bekerja sebagai pengupas botol, Sakinah dan pekerja lain juga kerap mendapat edukasi tentang pemilahan sampah, \”Kadang kami juga diajarin gimana memilah sampah, kalau ada sampah dikumpul, jangan dicampur. Kalau sudah banyak bisa ditukar.\”
Meski secara penghasilan terbilang lebih sedikit, Sakinah mengaku bersyukur dan sangat menikmati rutinitasnya di KitaOlah.id. \”Kalau dulu memang duitnya agak lebih besar, tapi risikonya juga besar. Setiap hari ada target harus mengumpulkan sampah berapa banyak, kami harus panggul sendiri untuk dibawa ke pengepul.\”
Ia juga menambahkan, \”belum lagi risiko kaki ketusuk beling, kawat, dan benda-benda tajam lainnya. Kalau di sini kan lebih aman.\”
Sakinah mengaku, di sini pekerjaannya tak terlalu ngoyo. \”Suka diingetin, kalau capek ya istirahat jangan dipaksain. Tiap jam 12 siang dapat istirahat satu jam, kalau masih jadi pemulung boro-boro ada istirahat,\” tambahnya.
Semangat bekerja di usia senja
Tak dipungkiri, kondisi membuatnya harus tetap banting tulang untuk mememuhi kebutuhan hidup. Kesempatan yang ia dapat di KitaOlah.id menjadi salah satu harapan untuk tetap bisa bekerja dengan keterbatasan di usia senja.
\”Selain tambahan penghasilan, kadang bingung juga enggak ngapa-ngapain. Cuma nunggu kiriman dari anak. Anak-anak sudah pada gede tinggal di luar kota, sepi sendirian,\” ujar Sakinah.

By admin