Kunjungan Presiden Brasil Luiz Inácio Lula da Silva ke ibu kota Jerman, Berlin, pada bulan Desember lalu sejatinya diwarnai keakraban. Namun, kehangatan tersebut menutupi kisruh antara kedua negara mengenai upaya Jerman merekrut perawat asal Brasil.
Adalah Menteri Tenaga Kerja Luiz Marinho yang mengungkapkan ketidakpuasannya terhadap cara Jerman merekrut pekerja terampil Brasil dalam pertemuan dengan rekan sejawat dari Jerman, Hubertus Heil. Menurutnya, pemerintah di Berlin tidak mematuhi prosedur yang sudah disepakati, kata Marinho.
Dia merujuk kepada Letter of Intent atau Surat Pernyataan Kehendak yang ditandatangani oleh kedua menteri di ibu kota Brasília pada bulan Juni 2023. Di dalamnya, kedua negara mengatur rincian kerja sama dalam perekrutan pekerja terampil. Saat itu, Heil dan Menteri Luar Negeri Jerman Annalena Baerbock melawat ke Brasilia sebagai upaya mengatasi kelangkaan tenaga perawat di Jerman.
Kementerian Tenaga Kerja Brasil berasumsi bahwa pemerintah Jerman akan berhenti merekrut perawat Brasil hingga terjalinnya kesepakatan antara kedua negara. Namun, perekrutan tetap berjalan dan baru terhenti pada akhir tahun 2023, setelah diprotes oleh pemerintah Brazil.
Asosiasi Perawat Brasil, yang mewakili 15 serikat pekerja regional, juga menyerukan diakhirinya program perekrutan tenaga kerja yang sebelumnya diterapkan pada pemerintahan sebelumnya.
Perjanjian kontroversial
Pada Juni 2022, Badan Ketenagakerjaan Jerman menandatangani perjanjian dengan Dewan Keperawatan Federal Brasil, Cofen, untuk mempromosikan program perekrutan perawat.
Perjanjian ini mendulang kontroversi setelah lengsernya Presiden Jair Bolsonaro. Pemerintahan baru di bawah Presiden Lula da Silva mempertanyakan legitimasi Cofen dalam menandatangani perjanjian dengan agen tenaga kerja Jerman. Maíra Lacerda, kepala kantor urusan internasional Kementerian Tenaga Kerja Brasil, mengatakan kepada DW bahwa Cofen tidak memiliki yurisdiksi untuk menandatangani perjanjian semacam itu.
Presiden Asosiasi Perawat Federal Solange Caetano mengatakan kepada DW bahwa perjanjian tersebut justru merugikan perawat Brasil. Dia mengkritik kurangnya bantuan dalam beradaptasi dengan negara asing dan waktu tunggu hingga tiga tahun bagi setiap perawat untuk mendapatkan pengakuan atas ijazah pendidikan setibanya di Jerman.
\”Kalau perawat mau pindah ke luar negeri atas inisiatif sendiri, boleh saja asalkan kondisinya baik. Tapi kami tidak mendorong mereka untuk melakukan itu dan menurut kami mereka tidak perlu didorong untuk melakukan itu,” ujarnya.
Cofen menjelaskan pihaknya ditunjuk oleh Kementerian Kesehatan dan Tenaga Kerja untuk menandatangani perjanjian dengan Jerman. Menurut lembaga tersebut, perjanjian dengan Jerman bermanfaat bagi perawat Brasil karena memudahkan mereka untuk mendapatkan pengalaman internasional dan pergi ke luar negeri.
\”Perjanjian ini adalah kesempatan bagi perawat yang ingin tinggal di negara lain, dengan kepastian gaji yang baik dan kesempatan untuk berkembang secara pribadi dan profesional,” kata penasihat legislatif Cofen, Alberto Cabral, kepada DW.
Badan Ketenagakerjaan Jerman mengaku pihaknya menyesalkan penangguhan perjanjian dengan Brasil. \”Dari sudut pandang kami, perjanjian penempatan dalam bentuk yang ada saat ini menawarkan kerangka kerja yang dapat diandalkan untuk migrasi kerja yang teratur, adil, dan dapat dibenarkan secara etika serta memenuhi standar internasional.\”
Pembicaraan mengenai kerja sama baru dengan pemerintah Brasil diperkirakan akan berlanjut pada paruh kedua tahun 2024.
Surplus perawat?
Alberto Cabral membenarkan Kamar Perawat yang mengeklaim terdapat surplus pekerja kesehatan di Brasil. Menurutnya, tingkat pengangguran di kalangan perawat saat ini mencapai 10 persen.

By admin