TRIBUNNEWS.COM — Rusia memasukkan nama Presiden Ukraina Vladimir Zelensky dalam daftar orang yang harus ditangkap. Zelensky menjadi buronan Kementerian Dalam Negeri Rusia sejak Sabtu (4/5/2024) kemarin.
Meski demikian, pemerintahan Vladimir Putin belum mengungkapkan pelanggaran yang dilakukan Zelensky hingga masuk dalam daftar hitam tersebut.
Yang jelas, dalam situs online Kemendagri Rusia, Zelensky menjadi buronan berdasarkan pasal KUHP Rusia dan berisi nama lengkap dan fotonya, serta tanggal dan tempat lahirnya.
Media online Russia Today mengabarkan sejauh ini Rusia belum mengungkap data-data tentang proses pidana terhadap Zelensky.
Russia Today menyebutkan, Zelensky masuk dalam daftar tersangka setelah sehari sebelumnya kepala Dewan Keamanan dan Pertahanan Nasional Ukraina, Aleksandr Litvinenko, juga dimasukkan dalam daftar orang yang dicari Rusia.
Litvinenko menggantikan posisi pendahulunya Aleksey Danilov pada bulan Maret.
Pada bulan April, Litvinenko mengklaim perlunya melancarkan serangan drone jauh di dalam wilayah Rusia, untuk memberikan “tekanan” terhadap Moskow.
Dia menggambarkan taktik ini sebagai elemen kunci dari strategi Kiev. Serangan-serangan drone kemudian dilancarkan ke wilayah lebih dalam Rusia dan berhasil menghancurkan sejumlah infrastruktur.
Sejumlah pejabat dan mantan pejabat Ukraina telah masuk dalam daftar hitam Rusia.
Mantan Presiden Ukraina Pyotr Poroshenko juga dimasukkan ke dalam daftar orang yang dicari. Sama dengan Zelensky, sejauh ini belum ada rincian tentang kasus yang menimpanya yang dipublikasikan.
Poroshenko mulai menjabat pada bulan Juni 2014, ketika pemerintah Ukraina pasca kudeta Maidan menggunakan kekuatan militer dalam upayanya untuk meredam pemberontakan di Wilayah Donetsk dan Lugansk.
Dia juga orang yang menandatangani Perjanjian Minsk, yang bertujuan untuk mendamaikan Kiev dengan dua republik Donbass yang menolak mengakui pemerintahan pasca kudeta.
Pada tahun 2023, Poroshenko mengklaim bahwa perjanjian tersebut digunakan untuk memberi waktu tambahan untuk mempersenjatai Ukraina.
Mantan presiden tersebut mengatakan bahwa dia beralih ke NATO untuk mempersiapkan konflik daripada mengikuti peta jalan perdamaian Perjanjian Minsk.