Longsor adalah peristiwa geologi yang paling sering terjadi. Itu faktanya.
Peristiwa geologi ini berdampak pada jutaan orang dan menyebabkan ribuan kematian.
Bencana longsor sering terjadi di negara-negara dengan infrastruktur yang buruk atau tidak memadai – seperti Papua Nugini, di mana dilaporkan 2.000 orang terkubur hidup-hidup setelah tanah longsor pada tanggal 24 Mei 2024.
Bencana tanah longsor juga dilaporkan terjadi di wilayah berpenghasilan tinggi, seperti Amerika Serikat, misalnya.
Ribuan kasus tanah longsor per tahun secara global
Pada tahun 2020, Bank Dunia memperkirakan jumlah rata-rata tahunan bencana longsor dalam jumlah signifikan yang dipicu oleh curah hujan antara tahun 1980 dan 2018 per negara sebagaimana tertera dalam grafik di bawah ini:
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan, antara tahun 1998 dan 2017, bencana longsor berdampak pada sekitar 4,8 juta orang dan menyebabkan lebih dari 18.000 kematian di seluruh dunia: \”Perubahan iklim dan kenaikan suhu diperkirakan akan memicu lebih banyak tanah longsor, terutama di daerah pegunungan yang bersalju dan es. Saat lapisan es mencair , lereng berbatu bisa menjadi lebih tidak stabil sehingga mengakibatkan tanah longsor.\”
Empat jenis utama tanah longsor
British Geological Survey mengklasifikasikan bencana longsor secara umum berdasarkan cara pergerakan tanah – terbagi menjadi empat kelompok besar:
– Jatuhan (falls)
– Roboh (topple)
– Longsoran (slides)
– Aliran (flows)
Jatuhan (falls) melibatkan material seperti batu yang jatuh dari tebing atau lereng curam lainnya. Batuan tersebut juga dapat menggelinding atau memantul saat jatuh.
Roboh (topple) terjadi ketika, misalnya, lempengan batu bergerak maju dari dasarnya dan jatuh ke tanah.
Longsoran (slides) terjadi ketika material suatu lereng jatuh akibat pecah, atau disebut dengan permukaan gelincir.