Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden dan Perdana Menteri (PM) Jepang Fumio Kishida telah menyepakati beberapa hal pada awal kunjungan pemimpin Jepang tersebut ke AS selama seminggu.
Kesepakatan itu mencakup pentingnya dukungan bagi Ukraina, pengembangan bersama teknologi baru, dan rencana kerja sama badan antariksa kedua negara untuk mengirim astronot Jepang ke bulan.
Namun, bagi Kishida, tidak ada yang lebih penting daripada mengamankan komitmen baru Biden terhadap keamanan dan stabilitas Asia timur laut, pada saat Cina terus memperluas kemampuan militernya dan menghadapi tetangganya dalam sengketa wilayah.
Sementara, pada saat yang sama Korea Utara mengembangkan rudal balistik yang lebih canggih dan memperkuat hubungannya dengan Rusia.
Biden menyambut kedatangan rekannya dari Jepang di Gedung Putih pada Rabu (10/4) dengan menekankan hubungan \”yang tak tergoyahkan” dan aliansi \”global” yang menyatukan kedua negara. Biden juga memuji komitmen Jepang untuk meningkatkan belanja pertahanan dan memperkuat aliansi tersebut.
Janji \’kemitraan global\’
\”Aliansi antara Jepang dan AS merupakan landasan perdamaian, keamanan, kemakmuran di Indo-Pasifik dan di seluruh dunia,” kata Biden. \”Kemitraan kami benar-benar merupakan kemitraan global. Untuk itu, Perdana Menteri Kishida, saya berterima kasih.\”
Pembicaraan kedua pemimpin menghasilkan tidak kurang dari 70 \”hasil”, atau kesepakatan. Namun, janji untuk membangun hubungan militer yang lebih kuat bisa dibilang merupakan janji yang paling signifikan.
Hal ini diperkirakan akan menyebabkan perombakan terbesar dalam aliansi militer Jepang dengan Washington sejak penandatanganan perjanjian keamanan AS-Jepang di San Francisco pada September 1951.
\”Banyak hal yang terjadi di dunia saat ini, semuanya saling terkait, dan kejadian di satu kawasan bisa dengan mudah menyebar dan mengguncang seluruh dunia,” kata Stephen Nagy, profesor hubungan internasional di Universitas Kristen Internasional Tokyo.
Selain konflik yang sedang berlangsung di Ukraina dan senjata pemusnah massal Korea Utara, masalah keamanan utama mencakup ketegangan di Selat Taiwan antara Beijing dan Taipei.
Selain itu, yang juga sedang dibahas adalah bantuan bagi Filipina untuk melawan upaya Cina merebut lebih banyak pulau di Laut Cina Selatan, serta operasi militer yang sedang berlangsung di Gaza dan bagaimana hal itu dapat mengganggu stabilitas perdagangan global dan tatanan berbasis aturan internasional.
\”Jepang berada dalam posisi yang sulit karena sangat bergantung pada perdagangan laut, yang berarti bahwa Tokyo harus berada di garis depan dalam upaya mempengaruhi geopolitik dan mencegah keadaan darurat. Dan cara terbaik untuk melakukan hal tersebut adalah dengan menjalin kemitraan keamanan yang kuat dengan negara-negara yang berpikiran sama,” kata Nagy kepada DW.
Jepang mencari aliansi baru
Hal ini terlihat dari keinginan Tokyo untuk menjadi pihak dalam berbagai pakta keamanan dan perdagangan, seperti Dialog Keamanan Segiempat (QSD) yang mempertemukan India, Australia, AS, dan Jepang.
Serta semakin kuatnya perjanjian trilateral antara Jepang, AS, dan Korea Selatan, dengan menandatangani perjanjian di Camp David pada Agustus 2023.