Di sebuah toko pakaian di Siam Square Bangkok, pusat komersial di ibu kota Thailand, pasangan yang berbahagia ini melihat-lihat pakaian sembari mereka mendiskusikan tentang pernikahan.
Naphat, seorang pria transgender, dan Rasithaya, seorang perempuan, ingin meresmikan hubungan mereka di tengah upaya parlemen yang akan memperdebatkan rancangan undang-undang akhir sebelum disahkan menjadi undang-undang yang mengizinkan anggota komunitas LGBTQ + untuk menikah.
RUU tersebut bertujuan untuk mengubah Hukum Perdata dan Hukum Dagang, mengubah kata \”pria dan perempuan\” dan \”suami dan istri\” menjadi \”individu\” dan \”pasangan pernikahan\”.
Perdana Menteri (PM) Srettha Thavisin mengatakan kepada para wartawan pada Selasa (19/12) setelah pertemuan kabinet bahwa mereka akan memberikan pasangan LGBTQ+ \”hak-hak yang sama persis\” dengan pasangan heteroseksual.
Hal ini akan menjadikan Thailand sebagai negara pertama di Asia Tenggara yang mengesahkan undang-undang semacam itu dan negara ketiga di Asia, setelah Taiwan dan Nepal.
Naphat atau \”Jim\”, panggilan akrabnya, mengatakan bahwa ia dan Rasithaya berencana untuk mendaftarkan pernikahan mereka segera setelah hukum mengizinkannya.
Sebagai seorang advokat hak-hak trans, Naphat mengatakan kepada AP, perubahan yang diantisipasi itu bukan sekadar formalitas.
Surat nikah akan memungkinkan pasangan LGBTQ+ untuk mendapatkan berbagai keuntungan, termasuk layanan kesehatan dan hak waris, yang selama ini tidak mereka dapatkan.
\”Ini sangat berarti. Ini adalah tahun kedelapan dari hubungan kami. Namun, status kami tidak diakui secara hukum,\” katanya.
\”Ketika salah satu dari kami sakit atau mengalami keadaan darurat, kami tidak dapat merawat satu sama lain dengan baik. Jadi ini sangat penting bagi kami.\”
Thailand dan komunitas LGBTQ+
Thailand memiliki reputasi global dalam hal penerimaan dan inklusivitas.
Pada bulan Juni lalu, Bangkok mengadakan \”Pride Parade\” tahunannya yang dihadiri puluhan ribu orang.
PM Srettha mengatakan bahwa ia mendukung upaya Thailand untuk menjadi tuan rumah World Pride pada 2028.
Namun, begitu kerumunan orang menghilang dan musik berhenti, realitas hidup sebagai LGBTQ+ di Thailand mungkin tidak secerah yang terlihat.

By admin