Warga Palestina Makan Rumput, Minum Air yang Tercemar, Kelaparan Sedang Melanda Gaza
TRIBUNNEWS.COM- Kelaparan saat ini sedang melanda Gaza, Masyarakat di Gaza utara terpaksa makan rumput untuk bertahan hidup dan meminum air yang tercemar.
Mohammed Hamouda, seorang ahli terapi fisik yang mengungsi ke Rafah, mengenang hari ketika rekannya, Odeh Al-Haw, terbunuh saat berusaha mencoba mendapatkan air untuk keluarganya.
Al-Haw sedang mengantri di sebuah stasiun air di kamp pengungsi Jabalya, di Gaza utara, ketika dia dan puluhan orang lainnya terkena bom yang dilakukan pemboman Israel, kata Hamouda.
“Sayangnya, banyak kerabat dan teman yang masih berada di Jalur Gaza utara, sangat menderita,” kata Hamouda, ayah tiga anak, seperti dikutip dari CNN. “Mereka makan rumput dan minum air yang tercemar.”
Blokade Israel dan pembatasan pengiriman bantuan menyebabkan persediaan bantuan yang bisa masuk sangat sedikit, membuat makanan tidak dapat diakses oleh orang-orang di seluruh Gaza.
Menurut PBB, kekurangan pasokan bahkan lebih buruk terjadi di bagian utara Jalur Gaza, tempat Israel memusatkan serangan militernya pada hari-hari awal perang.Pemadaman komunikasi menghambat upaya untuk melaporkan kelaparan dan dehidrasi di wilayah tersebut.
“Orang-orang menyembelih seekor keledai untuk dimakan dagingnya,” kata Hamouda di Jabalya awal bulan ini ketika kekurangan pasokan semakin parah.
Hal ini bisa menjadi pukulan serius bagi upaya kemanusiaan, beberapa negara Barat telah menangguhkan pendanaan untuk badan utama PBB di Gaza, Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi Palestina di Timur Dekat (UNRWA) dalam beberapa hari terakhir.
Beberapa negara menangguhkan bantuan karena tuduhan beberapa stafnya ikut serta dalam serangan 7 Oktober. PBB telah memecat beberapa karyawan setelah tuduhan tersebut.
Menteri Luar Negeri Yordania mendesak negara-negara yang menangguhkan pendanaan untuk mempertimbangkan kembali, dengan mengatakan UNRWA adalah “saluran hidup” bagi lebih dari dua juta warga Palestina di Gaza dan bahwa badan tersebut tidak boleh “dihukum secara kolektif” atas tuduhan terhadap belasan dari 13.000 stafnya.
Tidak ada air bersih
Gihan El Baz menggendong seorang balita di atas lututnya sambil menghibur anak-anak dan cucu-cucunya, yang menurutnya bangun setiap hari \”berteriak-teriak\” meminta makanan.
“Di tempat penampungan, tidak ada cukup makanan, matahari terbenam, dan kami bahkan belum makan siang,” El Baz, yang tinggal bersama 10 kerabatnya di dalam tenda yang tahan cuaca di Rafah, mengatakan.