Capres nomor urut tiga, Ganjar Pranowo buka suara soal kemungkinan Presiden Jokowi turun gunung di Pilpres 2024.
Dengan tegas Ganjar mengaku tak takut jika harus berhadapan dengan Jokowi di Pilpres 2024 nanti.
Ganjar juga mengaku tak perlu melakukan antisipasi, karena selama ini pun ia dan tim-nya telah bergerak sendiri.
\”Saya tidak perlu antisipasi siapa pun karena kita bergerak sendiri, karena kita bukan takut,\” kata Ganjar dilansir WartakotaLive.com, Minggu (28/1/2024).
Meski demikian, Ganjar merasa Jokowi tetap harus mengoreksi pernyataannya soal presiden diperbolehkan untuk kampanye.
Pasalnya sebelumnya Jokowi pernah menyatakan bahwa semua ASN hingga TNI, Polri harus netral dalam kontestasi Pilpres 2024, oleh karena itu, Jokowi sebagai kepala negara juga harus netral.
Selain itu menurut Ganjar, pernyataan Jokowi itu bisa menimbulkan bahaya dalam demokrasi dan akan menimbulkan polemik.
\”Kalau statement yang kedua rasanya harus dikoreksi, karena kita mempertaruhkan demokrasi ini dengan potensi intervensi dari mereka yang sedang memegang kekuasaan,\” ujar Ganjar.
Ganjar lantas mengingatkan bahwa Pasal dalam Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) yang menjadi pijakan pernyataan Jokowi bukan pasal yang berdiri sendiri.
Sebab, ada pasal dan ayat lain yang menjelaskan bahwa presiden yang boleh berkampanye adalah presiden yang kembali maju dalam Pilpres untuk periode keduanya (inkumben).
Sementara Jokowi, terhitung sudah maju dua kali pada Pilpres 2014 dan Pilpres 2019.
\”Kalau tidak salah pasalnya tidak tunggal. Itu pasalnya berlapis. Kalau dia inkumben maka boleh, kalau tidak saya kira netralitas menjadi penting. Maka, kata KPU, orang yang inkumben harus izin kepada dirinya sendiri, itulah namanya conflict of interest,\” ungkap Ganjar.
Mengacu pada Pasal 299 Ayat 1 UU 7/2017, presiden dan wakil presiden mempunyai hak melaksanakan kampanye. Pada ayat 2 berbunyi, pejabat negara lainnya yang berstatus sebagai anggota partai politik mempunyai hak melaksanakan kampanye.
Adapun dalam Ayat 3, menyatakan bahwa pejabat negara lainnya yang bukan berstatus sebagai anggota partai politik dapat melaksanakan kampanye apabila yang bersangkutan sebagai calon presiden atau calon wakil presiden; anggota tim kampanye; atau pelaksana kampanye yang sudah didaftarkan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU).