TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI berencana melaksanakan Pilkada 2025 dan hal itu bakal dibahas dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi II DPR pada Selasa (10/9/2024) besok.
“Kita rencanakan untuk tahun depannya pilkada lagi. Tentu akan kita bahas itu besok. Saya tidak akan mendahului hasil, tapi sikap KPU, usulan KPU seperti itu,” kata Ketua KPU RI Mochamad Afifuddin di kantornya, Senin (9/9/2024).
Adanya usulan ini tidak lepas dari upaya KPU untuk melakukan pemilihan kepala daerah kembali jika Pilkada 2024 dimenangi oleh kotak kosong pada wilayah yang hanya terdapat calon tunggal.
Afif juga merasa semangat pilkada tidak akan terwakili jika dimenangi oleh kotak kosong dan kursi kepemimpinan daerah diduduki oleh penjabat atau pj.
Menurut hemat KPU, pun kotak kosong menang, mereka hendak masa jabatan pj itu paling lama hanya satu tahun.
“Kalau kotak kosong yang menang kan pada saatnya kepala daerahnya bukan yang dipilih di pilkada, pj dan lain-lain. Tentu semangat pilkadanya jadi tidak terwakili di situ,\” ujarnya.
Ketua KPU RI Mochamad Afifuddin di Kantor KPU RI, Jakarta, Senin (9/9/2024). Tribunnews/Mario Sumampow (Tribunnews.com/Mario Sumampow)
Sementara itu, dosen Universitas Indonesia (UI) sekaligus pengamat kepemiluan Titi Anggraini meyakini fasilitas kotak kosong dalam pilkada ternyata bisa meningkatkan partisipasi pemilih.
Kotak kosong sendiri sudah diterapkan di beberapa negara yang juga menyelenggarakan pemilihan serentak dan dikenal dengan sebutan none of the above (NOTA).
Kotak kosong atau NOTA ini dapat menjadi tempat bagi ekspresi politik masyarakat yang tak dapat diwadahi oleh pilihan pasangan calon yang ada di surat suara.
\”NOTA itu bukan makar terhadap partai politik, bukan deparpolisasi terhadap partai politik,\” kata Titi dalam diskusi daring bertajuk \’Kotak Kosong untuk Semua Daerah, Mungkinkah?\’, Minggu (8/9/2024).
\”Tetapi dia dalam rangka, satu, untuk meningkatkan angka pengguna hak pilih karena ada ekspresi politik yang ternyata tidak diwadahi oleh desain surat suara dan opsi-opsi yang ada pada saat ini saja,\” sambungnya.
NOTA, tegas Titi, juga menjadi pendorong untuk partai politik terus menjaga kinerja dan eksistensi di tengah konstituen dan masyarakat.
Titi pun mengungkapkan data di mana angka pengguna hak pilih meningkat ketika proses pemilihan kepemimpinan turut mengikutsertakan kotak kosong atau NOTA dalam desain surat suara.
\”Keberadaan NOTA di Kolombia setelah (diterapkan) 91, itu menaikkan hak pilih, karena orang merasa penting untuk ke TPS untuk memperlihatkan ekspresi politiknya. Di India, pasca 2013, pemberlakuan NOTA, naik terus angka partisipasinya,\” tuturnya.