Laporan wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kuasa hukum Pihak Terkait dalam perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pilpres 2024, Prabowo-Gibran, Otto Hasibuan menilai permintaan memanggil menteri untuk diperiksa sebagai saksi di Mahkamah Konstitusi (MK) seharusnya tidak terjadi.
Hal itu disampaikan Otto Hasibuan kepada wartawan, usai sidang mendengar keterangan Bawaslu di gedung MK, Jakarta, pada Kamis (28/3/2024) malam.
\”Kami tadi menyampaikan pendapat bahwa seharusnya itu (panggil menteri) tidak terjadi, kenapa? Karena ini adalah sengketa dua pihak,\” kata Otto.
Ia menilai perkara PHPU Pilpres ini merupakan sengketa antar dua pihak.
Sehingga, dalam hukum, katanya, berlaku asas yang sifatnya universal.
\”Artinya, barang siapa yang mendalilkan sesuatu, maka dia buktikan dalilnya. Dan barang siapa menyangkal sesuatu, dia harus buktikan penyangkalannya,\” ucap Otto Hasibuan.
\”Jadi istilahnya adalah, terutama adalah berdeun proof, kalau you mau membuktikan sesuatu, you cari buktinya. Jadi jangan dia datang ke pengadilan, (lalu bilang) \’Pak Hakim saya ini benar, tolong Hakim panggil si anu\’, itu enggak bisa. Ini perkara dua pihak,\” jelasnya.
Adapun permintaan pemanggilan pihak kepada majelis hakim, jelas Otto, dapat dilakukan jika sengketa yang berlangsung merupakan pengujian undang-undang.
\”Tapi perkara yang namanya sengketa lalu dia minta menteri, kalau dia minta Megawati (Ketua Umum PDI Perjuangan) dipanggil terus enggak habis-habis kan,\” katanya.
Namun demikian, Otto menyoroti sikap majelis hakim MK yang sudah menerapkan hal yang sebagaimana mestinya.
\”Tapi, tadi hakim sudah tegas mengatakan memang begitu. Tapi, kalau Mahkamah merasa perlu untuk kepentingan dari Mahkamah, Mahkamah boleh memanggil, tapi kami (Para Pihak) enggak boleh nanya, Mahkamah saja yang nanya-nanya, itu diperlukan untuk kepentingan dia agar dia bisa menerapkan hukum dengan baik, tapi bukan untuk para pihak yang ingin membuktikan dalilnya,\” kata Otto.
Sebelumnya, kubu Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar atau Cak Imin meminta majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menghadirkan empat menteri di kabinet Joko Widodo atau Jokowi.
Permintaan itu disampaikan Ketua Tim Hukum Anies-Cak Imin, Ari Yusuf Amir, agar empat menteri tersebut dapat diperiksa sebagai saksi persidangan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres.
Para menteri tersebut, di antaranya yakni Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Sosial Tri Rismaharini, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan, dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.\”Kami juga sudah menyampaikan permohonan kepada majelis hakim, untuk dapat membantu menghadirkan Menteri Keuangan RI, Menteri Sosial RI, Menteri Perdagangan RI, Menteri Koordinator Perekonomian RI guna didengar keterangannya dalam persidangan ini Yang Mulia,\” kata Amir, dalam sidang mendengarkan keterangan Pihak Terkait, KPU dan Bawaslu, di ruang sidang pleno gedung Mahkamah Konstitusi, Kamis (28/3/2024) malam.
Merespon hal tersebut, Ketua MK Suhartoyo menyampaikan akan mendiskusikan permintaan dari kubu Anies-Cak Imin itu terlebih dahulu bersama tujuh hakim MK lainnya yang bertugas menangani perkara PHPU Pilpres.
Hal untuk didiskusikan, kata Suhartoyo, terutama mengenai urgensi dari keterangan atau kesaksian para menteri tersebit.\”Ya nanti kami bahas itu, empat menteri ya?\” ucap Suhartoyo mengonfirmasi kepada kubu Anies-Cak Imin.
\”Empat menteri Yang Mulia, betul,\” jawab Amir.
Gugatan sengketa pilpres yang diajukan kubu Anies dan Muhaimin teregistrasi di MK dengan nomor perkara 2/PHPU.PRES-XXII/2024. Dalam gugatannya, kubu Anies-Cak Imin meminta MK memerintahkan KPU untuk menggelar pemungutan suara ulang (PSU) dengan mendiskualifikasikan wakil presiden nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka.