Cawapres nomor urut 3, Mahfud MD berencana bakal mundur dari jabatannya sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam).
Hal ini disampaikan Mahfud saat menanggapi pertanyaan audiens dalam acara \”Tabrak Prof!\” yang digelar pada Selasa (23/1/2024) di Semarang, Jawa Tengah.
Awalnya, audiens tersebut menilai adanya penyalahgunaan kekuasaan saat Pemilu 2024 seperti pengerahan aparat dan pejabat publik.
“Negara kita sedang tidak baik-baik saja. Kita melihat indikasi penyimpangan kekuasaan. Negara sudah tidak netral dalam penyelenggaraan pemilu. Ada pengerahan aparat. Presiden pun bertindak, perangkat desa dikerahkan,” katanya mengawali pertanyaan.
Kemudian, dirinya mengutip pernyataan capres pendamping Mahfud, Ganjar Pranowo yang meminta agar mundur dari Kabinet Indonesia Maju pimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Audiens tersebut pun meminta ketegasan Mahfud apakah bakal melaksanakan usulan dari Ganjar atau tidak.
Lalu, Mahfud pun mengawali jawabannya dengan membeberkan alasan tak mundur sejak awal menjadi cawapres Ganjar.
Dia mengatakan tidak ada aturan yang mengharuskannya harus mundur sebagai menteri ketika mencalonkan sebagai cawapres.
Selain itu, Mahfud mengungkapkan bahwa alasannya tidak mundur demi memberikan contoh kepda paslon lain untuk tak menggunakan fasilitas negara demi kepentingan kampanye.
\”Tapi upaya percontohan itu tidak berhasil,\” bebernya.
Alhasil, Mahfud akhirnya menyatakan bakal mundur sebagai Menkopolhukam pada waktu yang tepat.
\”Tinggal tunggu momentum, karena masih ada tugas negara yang harus saya jaga,\” ujarnya.
Lalu, terkait pernyataan ini, apa makna \”mundur di waktu yang tepat\” yang disampaikan Mahfud tersebut?
Pengamat: Bisa Saja saat Ganjar-Mahfud Tidak Lolos Putaran Kedua
Pengamat politik dari Universitas Al-Azhar, Ujang Komarudin menilai makna pernyataan Mahfud soal mundur sebagai Menkopolhukam di saat yang tepat memiliki tafsir yang beragam.