Laporan Wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pengamat politik dari Universitas Paramadina, Hendri Satrio menyebut konsep dwitunggal kepemimpinan perlu diterapkan agar kewenangan kekuasaan presiden dan wakilnya menjadi lebih jelas.
Hensat meyakini jika konsep tersebut dijalankan maka fungsi pemerintahan bisa berjalan lebih baik.
Hal ini disampaikan Hendri Satrio dalam diskusi \’Dwitunggal Anies-Muhaimin: Kolektif Kolegial Menuju Indonesia Adil dan Sejahtera\’ di Jakarta, Kamis (21/12/2023).
\”Jadi konsep yang baik itu menurut saya, bagus karena artinya dua orang mikirin, jadi si cawapres bukan jadi ban serep doang, tapi banyak hal yang perlu disiapkan,\” kata Hensat.
Ia menyebut meskipun konsep dwitunggal kepemimpinan digaungkan paslon nomor urut 1 Anies-Muhaimin, namun diharapkan paslon lainnya yakni Prabowo-Gibran dan Ganjar- ahfud juga melakukan hal serupa.
Adapun dalam menjalankan dwitunggal kepemimpinan, menurutnya setiap pasangan calon presiden dan wakil presiden perlu melakukan kontrak politik dengan publik.
\”Jadi kalau dwitunggal dilakukan, itu harus ada kontrak politik dengan publik, kalau sejak awal tugasnya apa tanpa melanggar undang-undang. Menurut saya kontrak formal saja dengan publik, siapa yang menjalankan apa,\” jelas dia.
Dalam kesempatan yang sama, Anggota Majelis Nasional Sekretariat Kolaborasi Indonesia (SKI) Syaiful Bahari mengatakan presiden dan wakilnya merupakan pemimpin yang dipilih oleh rakyat.
Sehingga lebih tepat jika mereka disebut dwitunggal.
Konstitusi Indonesia kata dia, mengamanatkan dwitunggal, sehingga posisi wakil presiden tak dapat dianggap ban serep atau subordinasi presiden.
\”Relevansi konsep kepemimpinan dwitunggal telah disampaikan Anies dan Muhaimin. Dan jika dilihat secara sosiologis, kepemimpinan dwitunggal lahir dari krisis politik,\” kata Syaiful.