Sejumlah aktivis sipil lintas organisasi menduga ada upaya dominan di media sosial dalam penyebaran disinformasi atau narasi yang keliru hingga memicu aksi penolakan pengungsi Rohingya di Aceh.
Hal itu disampaikan dalam kegiatan media briefing dengan tajuk \’Merespons Situasi & Kondisi Terkini Penolakan Pengungsi Rohingya di Aceh\’ yang digelar daring, Kamis (28/12).
Sejumlah perwakilan kelompok sipil yang hadir di antaranya KontraS, SUAKA, AJAR, Jesuit Refugee Service (JRS), FORUM-ASIA, dan AJI Indonesia.
Koordinator Badan Pekerja KontraS Aceh Azharul Husna mengatakan pihaknya menduga ada upaya ujaran negatif hingga disinformasi di media sosial –yang berujung viral, sehingga berujung konflik warga Aceh terhadap kedatangan gelombang pengungsi imigran Rohingya.
\”Menurut Kami sebenarnya yang memicu konflik ini termasuk adalah ujaran negatif dan disinformasi di media sosial terhadap pengungsi Rohingya,\” ujar Husna.Koordinator Mahasiswa Usir Paksa Rohingya Sempat Napi Kasus NarkobaIa lalu memperkuat argumentasi itu dengan merujuk pada peristiwa di lapangan mengenai alasan dari para mahasiswa demonstran ketika ditanyai motif dari keturutsertaannya dalam aksi.
\”Ini teruji dari pernyataan beberapa mahasiswa yang ikut dalam demonstrasi tersebut. Jadi ketika ditanyakan \’Mengapa misalnya ikut demonstrasi tersebut?\’ Alasan ketidaksukaannya terhadap pengungsi Rohingya itu tidak dapat menjawab dengan pasti. Dan, yang disampaikan itu seperti informasi-informasi di media sosial,\” ujar Husna.
Akademisi dari President University, Nino Viartasiswi melihat adanya upaya \’menjual ketakutan\’ atau fear mongering yang dilakukan terhadap isu pengungsi Rohingya di Indonesia.
\”Ada upaya fear mongering, dan fear mongering itu adalah menciptakan ketakutan-ketakutan. Pertama dengan demonisasi terhadap pengungsi terutama orang Rohingya\” Ujar Nino.
Nino menuturkan upaya fear mongering itu telah mengubah pendekatan terhadap isu pengungsi yang seharusnya nonkeamanan atau kemanusiaan, jadi isu keamanan.

Koordinator Projek Jesuit Refugee Service (JRS) Indonesia Aceh, Hendra Saputra bahkan menyoroti argumen lain soal isu penggunaan APBD yang dikhawatirkan akan terserap untuk mengurusi pengungsi, sementara masyarakat miskin lainnya masih membutuhkan bantuan.
\”Awalnya isu yang dimunculkan sehingga warga melakukan penolakan adalah kita masih banyak orang miskin, \’Sehingga APBA (Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh) atau daerah jangan sampai terserap untuk isu penanganan pengungsi\’…, \” tutur Hendra.
Menurutnya isu itu terbantahkan dengan pernyataan yang dikeluarkan pejabat publik Aceh yang menyatakan tidak ada anggaran yang digunakan untuk  penanganan pengungsi.BEM USK dan UIN Ar Raniry Sesalkan Aksi Mahasiswa Usir Paksa RohingyaUNCHR Buka Suara
Perwakilan UNHCR di Indonesia, Mitra Suryono menegaskan penanganan pengungsi internasional yang ada di Indonesia itu beban anggarannya tak serta merta dilimpahkan ke pemerintah. Pembiayaan itu, kata dia, ditanggung sepenuhnya UNHCR selaku organisasi PBB yang menangani pengungsi internasional.
\”Saya ingin juga menegaskan sekali lagi bahwa kedatangan pengungsi dan pemenuhan akan kebutuhan mereka itu tidak membebankan Indonesia dan pemerintah\” Kata Mitra.
Meskipun demikian, dia tidak menutup kesempatan jika ada pihak yang ingin memberikan bantuan.
Ia pun menegaskan kembali kedatangan pengungsi Rohingya dilatarbelakangi penganiayaan yang mereka dapat baik di Myanmar ataupun dari Bangladesh.
Menurutnya jumlah pengungsi Rohingya di Indonesia bukan yang terbesar dibandingkan dengan di negara-negara lain.
Beberapa negara lain pun menanggung beban yang sama seperti Bangladesh yang menampung sekitar 1jt pengungsi, India yang menampung sekitar 22.000 pengungsi, dan Malaysia yang menampung sekitar 105.000 pengungsi.
\”Secara total jumlah pengungsi Rohingya yang ada di Indonesia berdasarkan kedatangan-kedatangan sebelumnya mungkin ada sekitar 2000 orang namun jumlah ini bukan jumlah yang sangat besar kalau kita banding dengan negara-negara lain\” Lanjutnya.
Dia pun menyinggung soal peran Indonesia dalam menangani pengungsi internasional meskipun bukan sebagai negara penerima suaka.
\”Di sinilah letak Indonesia memainkan peran sharing responsibility dalam hal penanganan atau memberikan bantuan kepada pengungsi Rohingya di kawasan Asia Tenggara,\” ujarnya.
Gelombang kedatangan pengungsi Rohingya yang menggunakan kapal diketahui kembali terjadi di Aceh sejak November lalu. Belakangan, terjadi sejumlah penolakan warga hingga massa terhadap kedatangan imigran Rohingya itu.
Salah satunya adalah aksi kelompok mahasiswa yang mengusir pengungsi Rohingya dari tempat penampungan sementara di Gedung Balee Meuseuraya Aceh (BMA).
Sebelumnya juga ada penolakan warga terhadap pengungsi Rohingya di antaranya di Sabang dan Pidie.Soal Rohingya, Prabowo Pastikan Rakyat Indonesia Tetap Jadi Prioritas

By admin