Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengeluarkan fatwa ibadah haji menggunakan visa non-haji atau tanpa melewati prosedur formal dinyatakan bertentangan dengan ketentuan syariat Islam.
Fatwa ini dikeluarkan dalam forum Bahtsul Masail Diniyyah Waqiiyah NU yang ditetapkan di Jakarta pada Rabu (29/5).
\”Orang yang haji dengan menggunakan visa non-haji (tidak sesuai prosedur/ilegal) bertentangan dengan substansi syariat Islam,\” bunyi putusan tersebut yang dikutip di laman resmi NU.
PBNU menegaskan menjalankan haji secara ilegal mengandung banyak risiko bagi diri sendiri dan jamaah haji lain yang menempuh jalur prosedur formal.Pilihan RedaksiRombongan Haji WNI Diduga Kena Razia Gegara Tak Pakai Visa Haji24 WNI Ditahan Polisi Saudi Buntut Tak Kantongi Visa Haji22 WNI Tak Kantongi Visa Haji Terancam Dideportasi dari SaudiADVERTISEMENT /4905536/CNN_desktop/cnn_nasional/static_detail
–>ADVERTISEMENT .para_caption div {width: 100%;max-width: none !important;position: absolute;z-index: 2;}
PBNU juga khawatir haji ilegal dapat mengganggu fasilitas dan layanan jamaah haji resmi di kawasan Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna). Baik berupa kendala transportasi, akomodasi, maupun konsumsi.
\”Dalam hal ini, praktik haji ilegal selain telah mencaplok (ghashab) tempat yang menjadi hak tempat yang disediakan untuk jamaah haji resmi. Jamaah haji ilegal juga memperparah kepadatan jamaah di Armuzna maupun di Makkah, yang berpotensi mempersempit ruang gerak jamaah haji resmi sehingga dapat menimbulkan mudarat bagi diri sendiri dan juga jamaah lain,\” tulis putusan tersebut.
PBNU juga mengatakan praktik haji ilegal berpotensi menambah risiko meningkatnya prevalensi angka sakit dan kematian bagi jamaah lansia. Sebab, akan ada keterbatasan ruang di Armuzna, area tawaf dan sa\’i di Masjidil Haram.
Lebih jauh, jemaah haji ilegal juga terancam sanksi yang telah ditetapkan oleh otoritas Kerajaan Arab Saudi. Di antaranya berupa deportasi, denda 10.000 Riyal atau setara Rp42,8 juta, dan larangan masuk ke Tanah Suci selama 10 tahun.
Keberadaan para jamaah haji non-prosedural menjadi persoalan dalam hubungan bilateral Indonesia dan Arab Saudi. Kehadiran mereka yang ilegal tidak tercatat secara resmi sebagai jamaah haji, baik menurut negara asal maupun bagi negara tujuan.