Pemerintah dinilai gagal paham dengan kenaikan uang kuliah tunggal (UKT) di sejumlah perguruan tinggi negeri (PTN). Sejumlah pengamat menilai pemerintah tak berpihak terhadap pengembangan pendidikan tinggi.
Polemik kenaikan harga UKT terjadi di berbagai kampus. Misalnya, di Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed). Mahasiswa menggelar aksi unjuk rasa karena uang kuliah naik hingga lima kali lipat.
Kasus lainnya terjadi di Universitas Negeri Riau. Di tempat ini bahkan sang rektor melaporkan mahasiswa yang berunjuk rasa ke polisi.
Kenaikan UKT di berbagai perguruan tinggi negeri tak terlepas dari status Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN BH). Kampus berstatus PTN BH punya otonomi terhadap pengelolaan sumber daya, termasuk penentuan biaya pendidikan.DPR Bentuk Panja Respons Lonjakan Biaya Pendidikan KampusADVERTISEMENT /4905536/CNN_desktop/cnn_nasional/static_detail

–>ADVERTISEMENT .para_caption div {width: 100%;max-width: none !important;position: absolute;z-index: 2;}
Selain biaya pendidikan, PTN BH juga punya keleluasaan dalam pola pelaporan keuangan. Mereka juga punya ruang untuk menentukan program studi yang mereka buka.
Hingga saat ini, ada 21 perguruan tinggi negeri yang berstatus PTN BH. Sejumlah kampus lainnya juga sedang bersiap untuk mendapatkan status tersebut.
Di tengah kampus berlomba menjadi PTN BH dan kenaikan UKT yang terjadi, mutu pendidikan tinggi Indonesia jadi pertanyaan. Kampus-kampus Indonesia dinilai tetap tak bisa bersaing di kancah internasional meskipun biaya pendidikan terus naik.
Times Higher Education mencatat Universitas Indonesia (UI) sebagai kampus Indonesia dengan ranking dunia tertinggi. Namun, UI hanya berada di urutan 801-1.000 dunia dan 201-250 dunia.
Pemeringkatan universitas versi Quacquarelli Symonds juga memotret hal serupa. UI, UGM, dan ITB hanya bercokol di rentang 200-300 perguruan tinggi top dunia.
Potret buram itu juga ditambah dengan fakta minimnya warga Indonesia yang bisa mengakses pendidikan tinggi. Wakil Presiden Ma\’ruf Amin menyebut hanya sekitar 5 persen dari 275 juta orang penduduk Indonesia yang lulus S1. Lulusan S2 sekitar 0,3 persen, sedangkan lulusan S3 sekitar 0,02 persen.Kemendikbud Respons UKT Mahal: Perguruan Tinggi Tersier, Tidak WajibDi tengah berbagai rapor merah tersebut, pemerintah justru menanggapi santai polemik kenaikan uang kuliah tunggal (UKT). Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemendikbudristek Tjitjik Sri Tjahjandarie menyebut pendidikan tinggi tak wajib.
\”Dari sisi yang lain kita bisa melihat bahwa pendidikan tinggi ini adalah tertiary education. Jadi bukan wajib belajar. Artinya tidak seluruhnya lulusan SLTA, SMK itu wajib masuk perguruan tinggi. Ini sifatnya adalah pilihan,\” ungkap Tjitjik di Kantor Kemendikbud, Jakarta, Rabu (16/5).
Dia menambahkan, \”Siapa yang ingin mengembangkan diri masuk perguruan tinggi, ya itu sifatnya adalah pilihan, bukan wajib.\”
Pengamat pendidikan Darmaningtyas menilai pemerintah gagal paham merespons persoalan pendidikan tinggi. Dia memahami Tjitjik merujuk Konvensi HAM saat menyebut pendidikan tinggi kebutuhan tersier.
Namun, Kemendikbudristek dinilai lupa bahwa pendidikan tinggi menjadi kunci bangsa menjadi peradaban maju. Dia memberi contoh Korea Selatan yang merintis menjadi negara maju dengan memprioritaskan pendidikan tinggi.
Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) mencatat 70 persen dari kelompok umur 24-35 tahun di Korea Selatan telah lulus pendidikan tinggi.
\”Makanya mereka bisa cepat maju. Jadi kalau pejabat Kemendikbudristek cara berpikirnya seperti itu, ya berarti dia tidak memahami arti penting pendidikan tinggi,\” kata Darmaningtyas saat dihubungi CNNIndonesia.com, Jumat (17/5).UKT Naik Picu Gelombang Protes Mahasiswa di USU, Unri dan UnsoedDarmaningtyas menilai kebijakan UKT dan PTN BH saat ini salah kaprah. Dia berpendapat seharusnya pemerintah memfokuskan anggaran yang ada untuk menyubsidi pendidikan tinggi.
Dia berkata pendidikan di perguruan tinggi harus dibuat semurah-murahnya. Darmaningtyas mengingatkan negara seperti Kuba dan Mesir bisa menggratiskan biaya pendidikan di seluruh perguruan tinggi mereka.
\”Kalau mau memajukan bangsanya, ya harus membiayai pendidikan tinggi, setinggi-tingginya, sebanyak-banyaknya,\” ujarnya.
Terpisah, pengamat pendidikan Unnes Edi Subkhan mengatakan sebenarnya PTN BH dibuat untuk tujuan baik, yaitu memperingkas laporan keuangan. Namun, kebijakan ini justru dibarengi pengurangan subsidi dari pemerintah untuk kampus-kampus PTN BH.
Hal ini membuat kampus tertimpa beban baru, yaitu mencari pemasukan untuk biaya operasional. Padaal, tugas utama perguruan tinggi adalah mendidik, melakukan riset, dan mengabdi kepada masyarakat.
\”Artinya kan pemerintah enggak serius tuh untuk investasi pendidikan untuk bangsanya sendiri,\” ucap Edi saat dihubungi CNNIndonesia.com, Jumat.
Evaluasi menyeluruh
Edi mengatakan mau tak mau pemerintah harus merombak kebijakan terkait PTN BH dan UKT. Dia menyarankan pemerintah tetap mempertahankan keluwesan perguruan tinggi, tetapi subsidi harus ditambah.
\”Jangan dikorbankan atau jangan dibarengi misalnya dengan pengurangan subsidi. Karena tiap tahun itu kalau menjadi kampus yang bagus kan pasti ada inflasi, kebutuhannya kan makin meningkat,\” ucapnya.Uang Kuliah Naik 100 Persen, Ratusan Mahasiswa Desak Rektor USU MundurPengamat pendidikan UIN Syarief Hidayatullah Jakarta Jejen Musfah menyarankan pemerintah juga mengevaluasi kebijakan UKT di setiap perguruan tinggi negeri.
Dia menilai uang kuliah yang mahal tak sebanding dengan pelayanan yang diberikan. Tak hanya menyoal fasilitas yang bobrok, Jejen juga mempermasalahkan kualitas tenaga pendidikan.
\”Mengapa misalnya lulusan kampus-kampus kita menganggur dan kalah saing dengan Negara-negara tetangga. Termasuk mengevaluasi apakah kontribusi negara terhadap kampus-kampus negeri sudah memadai untuk terselenggaranya fasilitas dan layanan yang berkualitas,\” ungkap Jejen saat dihubungi CNNIndonesia.com, Jumat.
Dia pun menyarankan pemerintah mengevaluasi sistem penentuan golongan UKT yang sering salah alamat. Jejen menyebut banyak mahasiswa tak mampu justru menanggung biaya kuliah mahal.

By admin