DPR dan pemerintah sepakat tetap mempertahankan mekanisme penentuan pemenang pemilihan gubernur dan wakil gubernur Jakarta seperti yang tertuang dalam UU Nomor 29/2007 tentang DKI Jakarta.
Maka, dalam RUU Daerah Khusus Jakarta (DKJ), gubernur dan wakil gubernur Jakarta terpilih harus memperoleh lebih dari 50 persen suara.DPR Sepakati RUU DKJ Dibawa ke Paripurna untuk Disahkan Jadi UU\”Proses pemilihan di Daerah Khusus Jakarta di RUU ini itu tetap dengan menggunakan pola yang lama, yakni pemenang Pilkada DKJ itu adalah harus memperoleh suara persis sama dengan di pilpres yakni 50 plus satu baru dinyatakan sebagai pemenang,\” kata Ketua Baleg DPR Supratman Andi Agtas usai rapat panja pembahasan daftar inventaris masalah (DIM) RUU DKJ di kompleks parlemen, Jakarta, Senin (18/3).
Sebelumnya, sempat ada usulan dari pemerintah agar ketentuan ini diubah agar pemenang pemilihan ditentukan dari peraih suara terbanyak. Hal ini agar ketentuan pemenang pemilihan sama dengan aturan yang berlaku di UU Nomor 10/2016 tentang Pilkada dan UU khusus lainnya, seperti di Aceh dan Papua.
ADVERTISEMENT /4905536/CNN_desktop/cnn_nasional/static_detail

–>ADVERTISEMENT .para_caption div {width: 100%;max-width: none !important;position: absolute;z-index: 2;}
Supratman sempat menyetujui usulan tersebut karena dinilai bisa meminimalisasi potensi polarisasi di tengah masyarakat.
Namun di tengah jalan, pemerintah mencabut usulan tersebut. Hanya dua fraksi yang tetap meminta usulan awal pemerintah itu dipertahankan, yakni Golkar dan PKB. Sementara sisanya mengikuti keinginan pemerintah.Heru Budi: UU DKJ Belum Ada, Jakarta Masih Daerah Khusus Ibu KotaAnggota Panja Fraksi PKB di dalam rapat mengatakan penerapan penentuan pemenang dengan mekanisme 50 persen plus satu di pilkada justru membuat ruwet. Menurutnya, metode suara terbanyak lebih sederhana untuk diterapkan.
Sementara itu, anggota Panja RUU DKJ Fraksi PAN Guspardi Gaus menyampaikan pilkada dengan mekanisme 50 persen plus satu lebih memberikan legitimasi kepada cagub-cawagub terpilih.
Selain itu, ia berpendapat aturan itu juga jadi kekhususan Jakarta dibanding dengan provinsi lain di Indonesia.
\”Yang lebih demokratis ya tentu bukan langsung hanya mendapatkan 28 persen, tentu mana yang lebih legitimate dibandingkan 50 plus satu,\” ujar Guspardi.

By admin