Kejaksaan Agung mengungkap alasan kembali memeriksa artis Sandra Dewi di kasus dugaan korupsi tata niaga timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah tahun 2015-2022.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana mengatakan pemeriksaan dilakukan penyidik untuk mendalami asal-usul kepemilikan harta dari istri tersangka Harvey Moeis tersebut.
\”Pemeriksaan untuk mendalami kepemilikan harta dari yang bersangkutan,\” ujarnya kepada wartawan, Rabu (15/5).
Lebih lanjut, Ketut menegaskan adanya perjanjian pranikah terkait pemisahan harta antara Harvey dengan Sandra Dewi juga tidak bisa menghalangi proses penyidikan.
\”(Perjanjian pranikah) tidak berpengaruh dalam penyidikan perkara korupsi,\” jelasnya.
ADVERTISEMENT /4905536/CNN_desktop/cnn_nasional/static_detail

–>ADVERTISEMENT .para_caption div {width: 100%;max-width: none !important;position: absolute;z-index: 2;}
Berpakaian Serba Hitam, Sandra Dewi Penuhi Panggilan KejagungPenyidik Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus saat ini tengah memeriksa artis Sandra Dewi untuk yang kedua kalinya dalam kasus korupsi timah.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kuntadi sebelumnya mengatakan pemeriksaan terhadap Sandra Dewi dilakukan untuk mengklarifikasi sejumlah rekening yang telah disita sebelumnya.
Melalui pemeriksaan itu, Kuntadi mengatakan diharapkan dapat diketahui rekening mana saja yang digunakan oleh Harvey dalam kasus korupsi timah.
\”Mana yang diduga ada kaitannya dengan tindak pidana yang dilakukan oleh saudara HM dan mana yang tidak terkait,\” tuturnya.
\”Sehingga diharapkan kami tidak melakukan tindakan kesalahan penyitaan,\” imbuhnya.
Kejagung telah menetapkan total 21 tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata niaga timah di IUP PT Timah. Mulai dari Direktur Utama PT Timah 2016-2021, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani hingga Harvey Moeis sebagai perpanjangan tangan dari PT Refined Bangka Tin.Selain Sandra Dewi, Kejagung Juga Periksa Tersangka Korupsi Helena LimKejagung menyebut nilai kerugian ekologis dalam kasus ini diperkirakan mencapai Rp271 Triliun berdasarkan hasil perhitungan dari ahli lingkungan IPB Bambang Hero Saharjo.
Nilai kerusakan lingkungan terdiri dari tiga jenis yakni kerugian ekologis sebesar Rp183,7 triliun, ekonomi lingkungan sebesar Rp74,4 triliun dan terakhir biaya pemulihan lingkungan mencapai Rp12,1 triliun.
Kendati demikian, Kejagung menegaskan bahwa nilai kerugian tersebut masih belum bersifat final. Kejagung menyebut saat ini penyidik masih menghitung potensi kerugian keuangan negara akibat aksi korupsi itu.

By admin