Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) mengkritik visi-misi yang disampaikan Anies Baswedan, Prabowo Subianto, dan Ganjar Pranowo di debat calon presiden terakhir, Minggu (4/2). Para capres dinilai minim terobosan.
Koordinator Nasional JPPI Ubaid Matraji menyayangkan beberapa topik pendidikan yang mencuat saat debat tidak dapat dimanfaatkan dengan baik oleh para kandidat.
\”Semua jawaban bersifat biasa-biasa saja, tanpa ada terobosan baru dan tawaran sebuah sistem pendidikan yang lebih berkeadilan,\” kata Ubaid dalam keterangan tertulisnya, Senin (5/2).
Pada segmen kedua debat, sempat ada pertanyaan soal keberpihakan anggaran pendidikan 20 persen. Hal itu dikaitkan dengan kesejahteraan dan kompetensi guru.ANALISIS
Performa Debat Anies, Prabowo, Ganjar: Minim Serangan tapi SubstansialADVERTISEMENT /4905536/CNN_desktop/cnn_nasional/static_detail
–>ADVERTISEMENT .para_caption div {width: 100%;max-width: none !important;position: absolute;z-index: 2;}
Ubaid melihat semua kandidat gagal menjawab pertanyaan itu dengan inovasi gagasan atau sistem baru yang lebih berkeadilan bagi guru. Selain itu, tak ada bahasan soal peningkatan kompetensi guru dalam mendidik.
Padahal, kata Ubaid, alokasi dana itu adalah salah satu permasalahan dalam dunia pendidikan. Berdasarkan Perpres Nomor 130 tahun 2022 tentang Rincian APBN TA 2023 menunjukkan bahwa dari total anggaran pendidikan Rp612,2 triliun, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) hanya mengelola 13 persen atau Rp80,22 Triliun.
\”Lalu sisanya ke mana? Jadi sebagian besarnya adalah dialokasikan ke kementerian/lembaga lain plus pembiayaan pendidikan (37 persen) dan juga ditransfer ke daerah plus dana desa (50 persen),\” ucapnya.
Ubaid berpendapat selama proporsi anggaran pendidikan seperti itu, maka kualitas peserta didik akan terus jauh tertinggal dengan negara-negara tetangga.
Sebab, kata dia, meski angkanya 20 persen dari APBN, tapi nyatanya tidak menjadikan program pendidikan dasar dan menengah atau Wajib Belajar 12 TAhun sebagai prioritas.UIN Yogyakarta Serukan Moral Kalijaga, Desak Jokowi Jadi Teladan EtikLalu, kata Ubaid, juga tidak ada langkah konkret yang ditawarkan oleh para capres. Ia menjelaskan problem guru yang tidak sejahtera dan kompetensinya masih rendah, berpotensi berlanjut di tahun-tahun mendatang jika tak ada gagasan riil dari pemerintah.
\”Problem ini diduga akan berkelanjutan, sebab dalam menjawab pertanyaan terkait dengan masalah ini, semua kandidat tidak punya tawaran yang inovatif untuk menjawab masalah yang sudah turun-temurun diwariskan oleh presiden sebelumnya,\” ujarnya.
Anies Baswedan mengklaim akan mengangkat guru honorer. Namun, tidak dijelaskan langkahnya seperti apa.
Menurutnya, janji serupa sudah ada sejak era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Joko Widodo (Jokowi).
\”Apa kenyataannya? Hingga kini, masih jutaan guru honorer yang nasibnya masih terkatung-katung,\” ucap Ubaid.
\”Bahkan rencananya Kemendikbudristek, (guru) akan dimasukkan dalam marketplace. Ini sangat berbahaya dan menginjak-injak profesi guru, sebab tidak adanya sebuah sistem yang menjaminan kesejahteraan dan perlindungan atas profesi guru,\” imbuhnya.Atasi Kekurangan Dokter, Prabowo Mau Bangun 300 Fakultas KedokteranIronisnya, kata Ubaid, ide itu disetujui oleh Prabowo. Pria yang masih menjabat sebagai Menteri Pertahanan itu hanya menambahkan jawaban Anies dengan membahas kebocoran dana pendidikan.
\”Soal sektor pendidikan masuk dalam pusaran kasus korupsi kan sudah lama, ini isu lama, sayangnya lagi-lagi tawarannya apa? Katanya mau audit dan mengkaji sistem, ya ini waktunya debat,\” ujar Ubeid.
\”Harusnya tim sudah mengkaji kelemahan sistem yang sekarang, lalu perbaikan sistemnya seperti apa yang ditawarkan? Saya tunggu-tunggu ternyata tidak ada,\” lanjutnya.
Sementara itu, Ganjar lebih menyoroti soal kesejahteraan guru dengan solusi meningkatkan gaji guru. Sedangkan untuk peningkatan mutu, solusinya dengan pemanfaatan teknologi.
Menurut Ubaid, penjelasan Ganjar juga tak menawarkan solusi apapun. Ia menegaskan saat ini guru sudah banyak dijejali dengan kewajiban aplikasi. Namun, pelatihan guru lewat aplikasi ini juga gagal meningkatkan mutu.
\”Ternyata memang, pelatihan guru melalui aplikasi ini gagal meningkatkan mutu guru,\” ucapnya.
Sementara itu, ia khawatir soal peningkatan gaji makin menciptakan kesenjangan yang kian besar. Sebab, masalah guru hari ini adalah status honorer yang masih rapuh.Momen Prabowo Tolak Tanya Jawab Wartawan Usai Debat Terakhir CapresLiberalisasi pendidikan & UKT mahal
Ubeid juga menilai ketiga capres tidak mempunyai agenda untuk menghentikan liberalisasi pendidikan. Padahal, itu penyebab tingginya uang kuliah tunggal (UKT) di kampus-kampus.
\”Pertanyaan soal UKT mahal di perguruan tinggi negeri ini juga gagal dimanfaatkan oleh para kandidat untuk membuat kebijakan baru dan skema baru dalam pembiayaan di perguruan tinggi. Semua main aman dan tidak punya keberpihakan yang jelas,\” kata Ubaid.
Menurutnya, perlu ada pembenahan dengan menghapus status Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTNBH) yang merupakan biang kerok mahalnya biaya kuliah. Namun, kata Ubaid, belum ada penjelasan konkret dari para capres untuk menghentikan liberalisasi pendidikan.