Atlet muslim butuh perjuangan panjang hingga mendapatkan kesetaraan dan kebebasan dalam menjalankan kewajiban agamanya pada event olahraga. Contohnya atlet muslimah yang menggunakan hijab.
Sebelumnya kebanyakan event olahraga tidak memperbolehkan atlet perempuan berkompetisi dengan menggunakan pakaian yang menutup seluruh tubuh dengan alasan beragam mulai persyaratan teknis, keselamatan, hingga keadilan antar atlet yang bertanding.
Alhasil banyak atlet muslim yang terpaksa harus melepas hijab mereka ketika bertanding, lalu memakainya kembali setelah berlaga dalam sebuah pertandingan.Pilihan RedaksiSesal Pelatih Pink Spiders Usai Hajar Hillstate di Liga Voli KoreaDaftar 5 Wakil Indonesia Lolos ke 16 Besar All England 2024Jadwal Red Sparks vs Al Peppers: Demi 8 Kemenangan BeruntunJika tidak mau melepas jilbab maka mereka tidak bisa bertanding. Perlakuan diskriminasi ini telah terjadi di dunia olahraga sejak lama.ADVERTISEMENT.para_caption div {width: 100%;max-width: none !important;position: absolute;z-index: 2;}Pada 2007, pesepakbola wanita Asmahan Mansour dilarang bermain oleh Federasi Sepak Bola Quebec gara-gara menolak melepas jilbabnya dengan alasan menegakkan aturan FIFA yang menyebut pemain dilarang mengenakan peralatan berbahaya bagi dirinya sendiri atau pemain lain, termasuk jilbab.
Regulasi FIFA yang melarang pemain pakai penutup kepala atau hijab ini semakin mencuat setelah timnas wanita Iran didiskualifikasi dari pertandingan melawan Yordania di Olimpiade 2012 karena menolak melepas jilbab.
Keterasingan dan diskriminasi terhadap pesepakbola berhijab ini kemudian dikait-kaitkan dengan prasangka bahwa aturan itu seolah dibuat karena Islamofobia.
Kemudian pada 2014, setelah banyak reaksi Dewan Asosiasi Sepak Bola Internasional (IFAB) atau badan kepengurusan yang menentukan aturan-aturan dalam permainan sepak bola menyatakan bahwa pemain pria dan wanita kini dapat mengenakan penutup kepala. Sebab, tidak ada indikasi mengapa pemakaian penutup kepala harus dilarang.
Bersambung ke halaman berikutnya…