PSSI menargetkan hingga akhir 2024 atau selama enam bulan ke depan ada 1.000 pelatih yang mendapat lisensi kepelatihan level D.
Ini jadi perhatian PSSI karena banyak pelatih di daerah tak punya lisensi. Mereka melatih pemain di akar rumput, tetapi tidak punya lisensi yang mumpuni dan terstandar.
Ini pula yang jadi perhatian dan kegelisahan legenda sepak bola Papua, Eduard Ivakdalam. Menurutnya jumlah pelatih yang berlisensi di Papua sangat minim dan belum ada wadahnya.Pilihan Redaksi3 Rekor Gila Messi Usai Hajar Kanada di Copa AmericaKoeman Tak Mau Percaya 100 Persen Mbappe AbsenTata Cara Drawing Babak 3 Kualifikasi Piala Dunia: Indonesia BerlagaAnggota Komite Eksekutif (Exco) PSSI Arya Sinulingga memahami betul keresahan Eduard. Pasalnya Arya merasakan dan menyaksikan sendiri hal ini di Sumatera Utara.
\”Makanya kami ingin 1.000 pelatih lisensi D dalam enam bulan ke depan. Pelatih D itu hanya untuk 10 tahun, pelatih C 12 tahun, pelatih B cuma 15 tahun,\” kata Arya.ADVERTISEMENT.para_caption div {width: 100%;max-width: none !important;position: absolute;z-index: 2;}\”Main 11 lawan 11 itu usia 17 tahun, tapi kita Liga 3 pelatihnya lisensi B. Bagaimana itu coba,\” ujarnya dalam podcast Bersama CNNIndonesia.com pada Rabu (19/6).
Jumlah kompetisi di daerah juga sangat minim. Arya mencontohkan di Sumatera Utara, dalam semusim satu klub hanya melakoni pertandingan tak lebih dari 10 kali.
Saat Arya mengusulkan untuk menggelar kompetisi dengan jumlah pertandingan lebih banyak, klub menolak. Pasalnya mereka tak cukup dana untuk menjalani kompetisi. Namun Arya tak menyerah.
\”Di sana saya sedih juga, bikin kompetisi 18 pertandingan. Mereka keberatan padahal kami sudah subsidi setengahnya. Bagi mereka itu berat. Tapi kami ingin trial terus,\” ujarnya.
\”Ketua Askab dan Askot juga harus dibenahi. Masa ada yang kepala desa. Itu daerah yang gila bola, bagaimana yang tidak gila bola. Padahal kalau berjalan tidak susah untuk cari 150 pemain.\”
Inilah yang disebut Arya sebagai penghambat sulitnya mencari talenta hebat di dalam negeri. Bakat alami pemain ada, akan tetapi tidak mendapat pelatihan yang sesuai.
\”Masalahnya, pemain punya talenta, tapi tidak ketemu pelatih bagus. Pemain seharusnya 30 pertandingan setiap tahun. Liga 3 saja cuma delapan, bagaimana mau menghasilkan pemain.\”
\”Kalau itu semua berjalan, menandingi [kemampuan] Justin [Hubner] juga bisa. Jadi tidak boleh disalahkan juga kami ambil Justin, Nathan, karena kita tidak bisa hasilkan mesin pembuat talenta,\” katanya.
Sebagai perbandingan, Arya menyebut jumlah pelatih di Jepang mencapai 30 ribu orang. Ini membuat semua sekolah, dari dasar hingga menengah sampai universitas punya pelatih berlisensi.
\”Jadi mohon dimaklumi kami [PSSI] cari uang, bukan buat kantong sendiri tapi untuk semua [termasuk subsidi kursus lisensi pelatih],\” ucap pemilik klub Sada Sumut FC ini.