Menyusul terjadinya banjir besar dan gempa yang berimbas pada wilayah sekitar Gunung Muria di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, ahli geologi membantah indikasi akan kembali terbentuknya Selat Muria di lokasi ini.
Sekitar 500 tahun lalu, Muria adalah pulau yang terpisah dari Jawa oleh sebentuk selat dangkal. Selat Muria ada sampai setidaknya tahun 1600an, menjadi salah satu titik dagang dan pelabuhan ramai menyambungkan perairan Pati, Juana, Demak, Semarang dan sekitarnya.
Akibat sedimentasi yang sangat parah dari sungai sekitar Demak dan Semarang, Selat Muria lama-lama makin cetek karena timbunan lumpur dan tanah terbawa ke muara.Mengenal Selat Muria, Laut Purba yang Dikaitkan dengan Banjir DemakSedimentasi ini menurut ahli geologi BRIN masih berlangsung hingga saat ini, sehingga sulit membayangkan Selat Muria akan terbentuk kembali.
\”Yang terjadi dalam banjir besar beberapa minggu lalu adalah terbentuknya genangan luas air akibat cuaca ekstrem dan gelombang pasang air laut, Begitu banjirnya surut, ya genangannya selesai, jauh sekali dari konsep terbentuknya selat,\” kata Adrin Tohari, Kepala Pusat Riset Kebencanaan Geologi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Kamis (28/3).ADVERTISEMENT .para_caption div {width: 100%;max-width: none !important;position: absolute;z-index: 2;}Wacana terbentuknya Selat Muria sempat ramai dibahas di media sosial dengan mengaitkannya dengan anggapan \”malih segara\” atau menjadi laut saat banjir menggenangi Demak dan sekitar Februari hingga Maret lalu.
Terjadinya gempa yang berpusat di Pulau Bawean dan terasa hingga ke wilayah banjir ini menambah spekulasi tentang terpisahnya Jawa dan Muria. Ini juga dibantah ahli geologi BRIN yang sudah meneliti wilayah ini sejak 2015.Pakar Respons Peluang Selat Muria Muncul Lagi Imbas Banjir\”Kembali terbentuknya selat akan membutuhkan gerakan tektonik yang luar biasa sehingga memaksa terjadi rekahan baru antara Jawa dan Muria. Ini tidak terjadi. Dalam kondisinya yang sekarang, akan dibutuhkan jutaan tahun sehingga proses geologi bisa mendukung indikasi akan bisa muncul selat lagi,\” tambah Eko Soebowo, Peneliti Senior Kebencanaan Geologi BRIN.
Dari berbagai studi geologi, menurut Eko arus sedimentasi yang akhirnya mengubur Selat Muria sudah dimulai sejak masa penjajahan Belanda.
\”Era kolonial terjadi eksploitasi alam besar-besaran di perbukitan Kendeng, Muria, Randublatung yang tadinya perbukitan padat. Kemudian kayunya banyak diambil untuk keperluan pembangunan infrastruktur dan berbagai kebutuhan lain.\”
\”Akibatnya terjadi erosi di bukit yang kemudian dibawa ke muara sungai jadi sedimentasi. Kita ngebor di muara-muara sungai di Demak databornya ketemu material dari (Gunung) Kendeng dan Muria,\” lanjut Eko Soebowo.
Eko mengutip catatan sejarah yang menunjukkan antara 1520-1540, laju sedimentasi Sungai Wulan di Demak mencapai 100 meter.
Di masa kini, sedimentasi juga dianggap punya kontribusi besar terhadap banjir karena memenuhi aliran sungai sehingga mengurangi kemampuannya mengalurkan curah hujan ke laut.
Jika dibiarkan terus-menerus makin sedikit air yang bisa ditampung sungai dan makin banyak yang tumpah (spillover) ke wilayah permukiman, lahan pangan dan industri.
Bahaya tak terlihat di halaman selanjutnya…