Pemerintah Indonesia saat ini tengah mempersiapkan peraturan antimonopoli menyerupai aturan Digital Marketing Act (DMA) dan Digital Services Act (DSE) di Eropa, menyusul penyelidikan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) terhadap Google pada September 2022.
Penyelidikan berfokus pada praktik penarikan komisi oleh Google, khususnya penarikan komisi dari Google Play Billing. Google diduga menyalahgunakan posisinya yang mendominasi pasar untuk melakukan penjualan bersyarat dan diskriminasi pada penyelenggaraan aplikasi distribusi digital di Indonesia.Dari penyelidikan itu, KPPU menyatakan bahwa jumlah yang dibebankan Google Pay Billing jauh lebih tinggi daripada layanan lain dengan biaya di bawah 5 persen sebelum ketentuan tersebut berlaku.
Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Abrijani Pangerapan menyebut, penyusunan peraturan yang menyerupai DMA dan DSE itu bertujuan menciptakan ekosistem digital yang sehat.
Direktur Pengendalian Aplikasi Informatika Kominfo, Teguh Arifiyadi menyatakan sepakat dengan hal tersebut. Peraturan baru itu direncanakan diberlakukan pada tahun depan.
\”Langkah Indonesia untuk memperkenalkan undang-undangnya sendiri berkaitan dengan ini sangat penting dalam memastikan ekonomi digital yang sehat, dan juga melindungi data pribadi pengguna, sekaligus mendukung bisnis dan mendorong inovasi,\” kata Teguh.ADVERTISEMENT .para_caption div {width: 100%;max-width: none !important;position: absolute;z-index: 2;}Merespons penyelidikan KPPU, Google pun mengajukan surat permohonan perbaikan perilaku baru pada 2023. Namun, ada dua poin dari KKPU yang gagal dipenuhi Google, sehingga permohonan tersebut ditolak dan penyidikan pun dilanjutkan.
Pada Februari 2024, kasus KPPU versus Google memasuki tahap pemberkasan yang segera menjadi investigasi resmi.
Dalam beberapa tahun terakhir, Google menghadapi banyak negara yang menolak praktik monopoli, seperti Rusia, India, Uni Eropa, dan Kazakhstan, yang berhasil membuat perubahan dengan ketersediaan pilihan mesin pencari selain Google.
Saat ini, Amerika Serikat, Jepang, Korea, Kenya, hingga Turki juga tengah menginvestigasi dan melakukan beragam proses hukum terhadap praktik monopoli Google.
Aksi monopoli itu antara lain mencakup pembayaran tahunan terhadap sejumlah perusahaan agar Google tetap menjadi mesin pencari default pada perangkat seluler, termasuk pembayaran US$26,3 miliar pada Apple dan pembuat Android.
Wakil Ketua Bidang Komunikasi dan Informatika Kamar Dagang Indonesia (Kadin), Firlie Ganinduto menilai, praktik dominan Google itu dapat menghambat pertumbuhan ekonomi.
\”Ini bukan hanya masalah menyamakan tingkat permainan yang dilakukan pelaku industri, tapi untuk memastikan bahwa ekonomi digital di Indonesia tetap hidup dan senantiasa mengedepankan keberagaman serta inklusivitas pelaku bisnis lokal,\” kata Firlie.
Peraturan Antimonopoli untuk Perkembangan Ekosistem Digital
Regulasi antimonopoli pada ekonomi digital dinilai akan bermanfaat besar, di mana semua pemain industri didorong terus berinovasi dan bersaing sehingga mendukung perkembangan teknologi di Indonesia.
Melalui regulasi ini, perusahaan diberdayakan untuk mampu mengembangkan produk dalam ekosistem sesuai kebutuhan pasar di tingkat lokal.
Adapun peraturan antimonopoli diyakini akan dapat memperluas pilihan beriklan dan mengurangi biaya operasional bisnis. Regulasi ini juga mencegah dominasi perusahaan besar di ruang publik, sehingga membentuk lingkungan yang adil dan demokratis.